Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Jumat, mengizinkan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy untuk berpidato lewat rekaman video pada Sidang Umum PBB pekan depan.
Keputusan itu diambil, setelah majelis melakukan pemungutan suara.
Sebanyak 101 suara setuju, 7 suara menentang dan 19 negara abstain.
Suara yang menentang keputusan itu berasal dari Rusia, Belarus, Kuba, Korea Utara, Eritrea, Nikaragua, dan Suriah.
Utusan Ukraina di PBB berdalih bahwa Zelenskyy “tidak dapat mengikuti sidang Majelis Umum secara langsung, karena agresi Rusia terhadap Ukraina masih berlangsung”.
Wakil Duta Besar Rusia di PBB Dmitry Polyanskiy mengatakan bahwa Moskow selalu mengutamakan “diplomasi secara langsung di PBB”, tetapi dia menuduh koleganya dari negara-negara Barat menerapkan standar ganda.
“Ini adalah saat ketika perwakilan negara-negara Afrika, yang kerap menghadapi kesulitan serupa untuk hadir di New York… telah ditolak diberi hak yang sama,” kata Polyanskiy kepada Majelis Umum pada Jumat.
Sekutu Rusia, Belarus, berupaya mengamendemen keputusan itu dan meminta agar setiap pemimpin dunia diberi kesempatan berpidato di Sidang Umum PBB tahun ini lewat video.
Upaya itu gagal karena hanya mendapatkan 23 suara setuju, sementara 67 suara menentang dan 27 abstain.
Selama dua tahun terakhir, para pemimpin dunia telah diizinkan untuk menyampaikan pernyataan via video akibat pandemi COVID-19, tetapi tahun ini mereka diperkirakan akan hadir di New York untuk berbicara di depan Sidang Umum PBB.
Pada pekan pertama invasi Rusia di Ukraina, hampir tiga perempat dari 193 anggota Majelis Umum PBB mengambil sikap untuk menegur Moskow dan memintanya untuk menarik pasukan.
Tiga pekan lalu, mereka kembali memperingatkan Rusia atas tindakannya yang menciptakan situasi kemanusiaan yang “mengerikan”.
Para pejabat Ukraina pada Jumat memberikan lebih banyak informasi tentang apa yang mereka sebut sebagai kuburan massal dari ratusan jasad di wilayah yang direbut pasukan Rusia.
Zelenskyy menyebut temuan itu sebagai bukti kejahatan perang yang dilakukan Rusia.
Moskow membantah pasukannya melakukan hal itu.