Warga Pakistan cari kerabat di RS usai ledakan bom di masjid Peshawar

0
55

Warga mendatangi rumah-rumah sakit di Peshawar, Pakistan, pada Selasa untuk mencari kerabat mereka setelah ledakan bom bunuh diri terjadi di sebuah masjid.

Ledakan di masjid yang penuh dengan jamaah itu terjadi di kawasan Police Lines pada Senin (31/1) dan menewaskan 100 orang, 97 di antaranya adalah polisi.

Serangan tersebut terjadi di tengah aksi kekerasan yang meningkat terhadap polisi.

“Putraku, anakku,” teriak seorang perempuan tua di samping sebuah ambulans yang membawa peti jenazah di sebuah rumah sakit.

Di bagian lain RS itu, petugas penyelamat membawa orang-orang yang terluka ke unit gawat darurat.

Sedikitnya 170 orang terluka dalam ledakan yang menghancurkan lantai atas masjid itu ketika ratusan jamaah tengah melaksanakan shalat zuhur.

Riaz Mahsud, pejabat setempat, mengatakan jumlah korban tewas kemungkinan akan bertambah karena tim penyelamat masih mencari korban di bawah reruntuhan.

“Sejauh ini, 100 jasad telah dibawa ke RS Lady Reading,” kata juru bicara RS terbesar di kota itu, Mohammad Asim, dalam pernyataan.

Menteri Dalam Negeri Rana Sanaullah mengatakan kepada parlemen bahwa 97 dari 100 adalah anggota kepolisian.

Pihak berwenang mengatakan mereka tidak tahu bagaimana pelaku bisa melewati pemeriksaan militer dan polisi di kawasan itu, yang menjadi permukiman anggota polisi dan keluarganya sejak zaman kolonial.

Mengingat situasi keamanan di Peshawar, masjid itu dibangun agar polisi dapat beribadah tanpa harus meninggalkan permukiman mereka.

Menteri Pertahanan Khawaja Asif mengatakan pelaku berada di barisan shalat paling depan ketika dia meledakkan bom.

Insiden itu menjadi serangan paling mematikan di Peshawar sejak dua pengebom bunuh diri beraksi di Gereja All Saints pada September 2013.

Peshawar berada di tepi wilayah suku Pashtun dan mengalami banyak aksi kekerasan selama dua dasawarsa terakhir.

Kelompok militan paling aktif di wilayah itu adalah Taliban Pakistan, yang juga disebut Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP).

Belum ada kelompok yang secara resmi mengaku berada di belakang serangan itu, tetapi Sanaullah mengatakan kelompok pecahan TTP yang disebut Khurasani telah mengatakan bertanggung jawab.

Kebijakan yang membebaskan milisi dengan amnesti menjadi pemicu insiden itu, kata Sanaullah.

Dia menambahkan bahwa beberapa milisi yang dibebaskan adalah terpidana hukuman mati.

Peristiwa tragis itu terjadi satu hari sebelum perwakilan IMF tiba di Islamabad untuk membicarakan dana talangan 7 miliar dolar (sekitar Rp105,3 triliun) yang macet.