Perjanjian perdagangan bebas (FTA) terbatas yang diusulkan Indonesia akan memungkinkan nikel dan komoditas penting lainnya yang digunakan dalam produksi kendaraan listrik (EV) mendapatkan keuntungan dari AS.
Kredit pajak menjadi fokus diskusi antara Wakil Presiden AS Kamala Harris dan Presiden Joko Widodo pada Rabu (6/9) di Jakarta.
“Kami mengantisipasi mereka akan membahas upaya kami membangun rantai pasokan yang tangguh, termasuk mineral penting yang dibutuhkan untuk memperluas perekonomian energi bersih,” kata seorang pejabat Gedung Putih kepada VOA.
Wapres Harris bertemu dengan Presiden Jokowi di sela-sela KTT ASEAN dan pertemuan terkait yang diselenggarakan oleh Indonesia.
Berdasarkan undang-undang perubahan iklim dan energi bersih, “Undang-Undang Pengurangan Inflasi,” Pemerintahan Biden telah menyisihkan puluhan miliar dolar kredit pajak untuk memacu produksi dan penjualan kendaraan listrik.
Untuk memenuhi syarat, 40% mineral yang digunakan untuk produksi baterai kendaraan listrik dijual di AS harus diekstraksi atau diproses di AS, atau di salah satu negara mitra perdagangan bebasnya.
Pemerintahan Jokowi selama berbulan-bulan telah mendorong Washington untuk mencapai kesepakatan mengenai mineral penting.
Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, namun industri pertambangan dan pengplahan sebagian besar bergantung pada investasi dari perusahaan-perusahaan China, sehingga membatasi akses Jakarta ke pasar AS.
Ketegangan Meningkat Kunjungan Harris terjadi pada saat ketegangan meningkat di kawasan setelah China merilis peta teritorial kontroversial pada 2023 yang telah memicu kemarahan India, Vietnam, Taiwan, Malaysia, dan Filipina.
Sepanjang kunjungannya di Jakarta, Harris akan menegaskan bahwa AS menolak klaim maritim China yang melanggar hukum dan tindakan provokatifnya, kata pejabat Gedung Putih tersebut.
“Dia akan menyatakan dukungannya yang berkelanjutan pada upaya ASEAN untuk mengembangkan Kode Perilaku di Laut China Selatan, sesuai dengan Konvensi Hukum Laut PBB, dan hak-hak pihak ketiga.
Secara keseluruhan, dia akan memperjelas keyakinan kami bahwa kebebasan navigasi dan penerbangan, serta penyelesaian sengketa maritim secara damai, sangat penting bagi perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran bersama – termasuk di Laut China Selatan.”