Jepang mengalami defisit transaksi berjalan untuk pertama kalinya dalam satu setengah tahun pada bulan Desember atas melonjaknya biaya impor bahan bakar, data menunjukkan pada hari Selasa. Ini menjadi tanda meningkatnya inflasi komoditas global yang berdampak pada perekonomian.
Data tersebut menggarisbawahi pergeseran struktur ekonomi Jepang dari negara yang memperoleh pendapatan dari ekspor barang menjadi negara yang rentan terhadap perubahan biaya bahan baku karena ketergantungannya yang meningkat pada impor energi dan makanan.
Data pemerintah menunjukkan, negara ekonomi terbesar ketiga dunia itu mengalami defisit transaksi berjalan sebesar 370,8 miliar yen ($3,2 miliar) pada Desember, mengacaukan perkiraan pasar untuk surplus 73,5 miliar yen. Dan itu merupakan defisit pertama sejak Juni 2020.
Kenaikan biaya bahan bakar mendorong nilai impor sebesar 44,8% pada Desember dari tahun sebelumnya, melampaui kenaikan ekspor 18,7% dan mendorong neraca perdagangan menjadi defisit 318,7 miliar yen. Anggaran energi Jepang yang meningkat dapat meningkatkan keluhan publik atas pelemahan yen, yang selanjutnya meningkatkan biaya impor.
Data menunjukkan, untuk keseluruhan tahun 2021, Jepang mengalami surplus transaksi berjalan sebesar 15,4 triliun yen, turun 2,8% dari tahun sebelumnya sebagian besar karena kenaikan biaya energi.
Penurunan surplus perdagangan diimbangi oleh kenaikan stabil dalam pengembalian dari investasi luar negeri, yang mendorong surplus pendapatan Jepang sebesar 1,2 triliun yen menjadi 20,4 triliun yen.