Tentara Niger muncul di televisi nasional Rabu malam lalu untuk mengumumkan kudeta terhadap Presiden Mohamed Bazoum.
Menyebut diri Dewan Nasional untuk Perlindungan Tanah Air (CLSP), mereka membacakan pernyataan kudeta dalam video yang sudah direkam dan kemudian ditayangkan dalam televisi pemerintah ORTN.
Bazoum digulingkan dan konstitusi dibekukan karena situasi keamanan yang memburuk dan krisis sosial ekonomi yang dialami negara itu, kata Kolonel Mayor Amadou Abdramane.
Dia mengatakan jam malam diberlakukan antara pukul 10 malam hingga 5 pagi, sedangkan semua perbatasan ditutup.
Presiden Bazoum ditahan Rabu pagi hari oleh unsur pasukan pengamanan presiden.
Rakyat kemudian turun ke jalan untuk mencegah kudeta dan menyerukan agar Bazoum dibebaskan.
Jenderal Omar Tchiani, yang menjabat kepala pasukan pengamanan presiden selama sekitar 10 tahun, diduga berada di balik kudeta itu.
Bazoum diduga ingin memberhentikan Tchiani, yang memegang jabatan yang sama di bawah presiden sebelumnya, Mahamadou Issoufou.
“Sebuah percobaan kudeta sedang berlangsung di Niger.
Aksi segelintir perwira ini berusaha mempertanyakan kemerdekaan kita yang dperoleh susah payah, demokrasi kita, dan kemajuan yang dicapai,” kata Hassoumi Massoudou, perdana menteri sementara pemerintahan Bazoum, Kamis pagi waktu setempat dalam Twitter.
“Petualangan yang bertujuan menciptakan kehancuran ini pasti gagal karena akan menghadapi protes dari kekuatan demokrasi dan kemajuan di seluruh penjuru Niger,” sambung dia.
Massoudou menyeru “semua demokrat, semua patriot, menaklukkan petualangan yang membuat negara kita dalam bahaya ini.
Hidup demokrasi, hidup Niger.” Uni Afrika, Komunitas Ekonomi Negara-Negara Afrika Barat (ECOWAS), Uni Eropa, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan Prancis mengutuk tindakan militer Niger dan menyerukan pembebasan Bazoum (63) yang dipilih secara demokratis pada April 2021.
Niger, negara Afrika Barat yang seluruh wilayahnya berbatasan dengan daratan, mengalami berbagai kudeta dan upaya kudeta sejak merdeka dari Prancis pada 1960.
Aksi pasukan elit pengamanan presiden ini membuat rakyat Niger semakin khawatir.
Pada 1964, negara tersebut menghadapi upaya kudeta pertamanya, diikuti kudeta militer 1974 pimpinan Letnan Kolonel Seyni Kountche.
Rezim militer Kountche berkuasa sampai dia meninggal dunia pada 1987.
Kemudian pada 1996, Kolonel Ibrahim Bare Mainassara mendalangi kudeta yang mengakibatkan kematian Presiden Mahamane Ousmane yang terpilih secara demokratis.
Niger kembali ke pemerintahan sipil pada 1999 yang mengantarkan kepada terpilihnya Presiden Mamadou Tandja.
Namun, pada 2010, upaya Tandja dalam memperpanjang masa jabatannya diakhiri oleh intervensi militer yang berpuncak kepada pencopotan dia dari jabatan presiden.
Pada 2011, Niger berhasil mengalihkan kekuasaan melalui pemilihan demokratis dengan memilih Presiden Mahamadou Issoufou.
Negara ini berhasil mengindari kudeta pada 2020 sekalipun tahun itu suasana politik Niger sangat tegang.