Pasar emas diuntungkan dari permintaan safe-haven yang signifikan karena invasi Rusia ke Ukraina yang memasuki minggu kelima. Bahkan jika perang ini berakhir, emas masih menyimpan potensi kenaikannya karena permintaan safe-haven atas kekhawatiran inflasi. Harus diakui bahwa konflik Rusia-Ukraina telah menjadi titik poros kritis yang mengubah lanskap geopolitik global dan pasar uang. Kekhawatiran pasar tersebut tidak akan hilang dalam waktu dekat ini, menjadi sesuatu yang positif bagi emas.
Pasar mempertimbangkan resiko dari Perang di Ukraina dan sejumlah pernyataan tentang tekanan inflasi. Hal ini membuat harga emas terindikasi naik dalam kinerja seminggu ini. Kenaikan ini memang terbatasi potensi naiknya yield Obligasi AS. Dalam sepekan ini, harga emas naik sekitar 1,9%. Jalur kenaikan harga emas menuju kembali diatas $2.000 per troy ons bukan tanpa perlawanan. Setidaknya saat ini harga emas telah menemukan kisaran baru dengan dasar yang kokoh di antara $1.900 – $2.000 per troy ons.
Perang telah menyebabkan sejumlah negara menarik garis baru antara sekutu dan lawan-lawannya. Tren globalisasi terganggu karena negara-negara berupaya mengembangkan rantai pasokan mereka sendiri, yang telah rusak karena sanksi yang diberikan negara-negara barat terhadap Rusia. Barat meningkatkan pengeluaran militer mereka, yang akan mendorong defisit lebih tinggi. Sejumlah negara yang bersahabat dengan Rusia seperti China bahkan terus melakukan diversifikasi dari dolar AS, yang berarti emas akan menjadi alat penting bagi bank sentral.
Ketika antar negara tidak saling percaya dan tidak ada kepercayaan antara mata uang satu sama lain, emas menjadi aset strategis. Itu akan menambah kredibilitas mata uang suatu negara. Seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik, tren globalisasi memudar. Hal ini meningkatkan inflasi karena kenaikan ongkos rantai pasokan domestik akan lebih mahal bagi sebuah perusahaan. Disisi lain, kenaikan harga konsumen ini akan menjaga suku bunga riil di wilayah negatif, dimana pada akhirnya akan memberikan elemen pendukung penting lainnya untuk kenaikan harga logam mulia.
Fed sendiri sejauh ini diyakini tidak memiliki rencana untuk menghadapi inflasi, dimana diperkirakan akan tetap tinggi hingga tahun 2022. Bank sentral, khususnya Federal Reserve diperkirakan tidak membuat langkah agresif untuk mengendalikannya. Meskipun Jerome Powell telah mengatakan rencana pengetatan kebijakan moneter secara agresif; namun, menindaklanjuti pernyataan itu dengan aksi nyata akan sulit. The Fed terjebak karena tingkat utang., bagaimanapun juga suku bunga yang tinggi akan membunuh perekonomian. Disisi lain, The Fed tetap membutuhkan inflasi karena itu satu-satunya cara pemerintah dapat mengatasi utangnya.
Dalam pidato utama di Konferensi Kebijakan Ekonomi Tahunan Asosiasi Ekonomi Bisnis Nasional, Powell mengatur panggung bagi bank sentral untuk menaikkan suku bunga sebesar 50 basis poin pada bulan Mei. Seiring dengan komentar Powell, pekan lalu, bank sentral mengisyaratkan bahwa mereka dapat menaikkan suku bunga tujuh kali tahun ini dan mulai mengurangi neraca pada Mei.
Dengan tujuh kenaikan suku bunga kedepannya, memang terdengar seperti banyak. Namun perlu dilihat gambaran yang lebih besar. Jika Fed berhasil melakukan kenaikan tersebut, tetap saja suku bunga FED masih di bawah 2% di akhir tahun. Kondisi ini akan berbeda setelah 2022, dimana Fed bisa jadi kesulitan untuk menaikkan suku bunganya. Perekonomian AS mungkin bisa menahan suku bunga sekitar 2%, namun tidak sebaliknya.
Berlatar belakang demikian, harga emas di tahun 2023, akan menjadi jelas bahwa Fed terjebak pada tingkat netral yang lebih rendah. Harga emas akan kembali lepas landas di atas $2100, bahkan dalam jangka panjang harga bisa melampaui level tertinggi yang disesuaikan dengan inflasi sepanjang masa sekitar $3.000 per troy ons.