Saham Australia ditutup jatuh terseret saham emas dan pertambangan

0
52
Stack close-up Gold Bars, weight of Gold Bars 1000 grams Concept of wealth and reserve. Concept of success in business and finance. 3d rendering

Saham-saham Australia berakhir lebih rendah pada perdagangan Rabu, terseret saham penambang dan emas yang tergelincir karena harga-harga komoditas melemah, sementara meningkatnya kasus virus corona di dalam negeri juga menambah kekhawatiran investor.

Indeks acuan S&P/ASX 200 di Bursa Efek Australia (ASX) ditutup turun 0,2 persen atau 18,30 poin menjadi 7.512,00 poin, dengan sebagian besar sektor diperdagangkan di zona merah.

Indeks telah ditutup datar pada Selasa (7/9/2021).

Indeks emas jatuh sebanyak 3,6 persen, berada level terendah dalam enam bulan, setelah dolar yang lebih kuat dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah AS menyeret emas di bawah level 1.800 dolar AS per ounce.

Red5 Ltd anjlok 8,9 persen untuk memimpin kerugian pada indeks emas, sementara Northern Star Resources dan Newcrest Mining masing-masing terpuruk 5,1 persen dan 2,8 persen.

Sektor pertambangan merosot 1,0 persen dan memperpanjang kerugian ke sesi ketiga berturut-turut tertekan oleh harga bijih besi dan tembaga yang lemah.

Indeks sektor teknologi juga turun 0,9 persen, dengan Afterpay jatuh 2,0 persen.

Sektor keuangan melawan tren, menguat 0,6 persen, dengan Macquarie Group melonjak sebanyak 6,8 persen mencapai rekor tertinggi setelah mencatatkan laba yang lebih baik dari perkiraan untuk paruh pertama.

Menambah sentimen suram adalah New South Wales mencatat lonjakan kasus COVID-19 ketika pihak berwenang berjuang untuk memadamkan wabah varian Delta di tengah percepatan vaksinasi.

Investor tampaknya masih mencerna keputusan bank sentral pada Selasa (7/9/2021) untuk tetap pada rencananya memangkas pembelian obligasi mingguannya.

“Bank sentral mengharapkan ekonomi tumbuh lagi pada kuartal Desember didukung oleh peningkatan vaksinasi.

Namun, munculnya kembali kasus virus di negara-negara dengan tingkat vaksinasi tinggi, seperti Israel, menggarisbawahi ketidakpastian di masa depan,” kata Kunal Sawhney, CEO Kalkine Group, dalam sebuah catatan.

Sementara itu, indeks acuan S&P/NZX 50 Selandia Baru berakhir 1,0 persen lebih rendah pada 13.193,01 poin, dengan saham sektor real estat mencatat kerugian paling banyak.