Rusia Memanggil Pulang Duta Besarnya Menyusul Komentar Presiden Biden

0
70

Sejumlah pejabat di Washington bereaksi dengan tenang terkait tindakan Rusia yang memanggil pulang duta besarnya untuk Amerika.

Ia dipanggil untuk berkonsultasi tentang hubungan bilateral yang mengalami kemunduran.

Kementerian Rusia, Rabu (17/3), menjelaskan kepulangan Anatoly Antonov untuk sementara sekaligus menjelaskan “hal terpenting bagi kami adalah mengidentifikasi cara untuk memperbaiki hubungan Rusia dan AS, yang kini menghadapi masa sulit, sebagaimana halnya Washington juga, yang berakibat pada kebuntuan.

Kami ingin mencegah kemunduran hubungan ini, jangan sampai ke tahap yang tidak bisa diperbaiki lagi, asal saja pihak Amerika menyadari resiko berkaitan dengan hal tersebut.” Pengumuman dari Moskow itu muncul tidak lama setelah sebuah wawancara televisi ABC yang disiarkan pada Rabu (17/3) pagi ketika Presiden Joe Biden mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin harus membayar sebagai akibat sejumlah tindakan jahatnya.

Dalam wawancara itu, Biden juga menyampaikan telah memberitahu Putin, “Menurut saya, Anda tidak punya hati nurani.

Biden mengatakan pemimpin Rusia itu menjawab, “Kita memahami satu sama lain.” Ketika ditanya oleh ABC apakah Biden berpendapat Putin adalah seorang pembunuh, Biden menjawab, “Ya.” Menurut peneliti senior RAND Corporation William Courtney, “Jarang sekali seorang presiden AS menyebut pemimpin dari negara adi daya pesaingnya sebagai pembunuh.” Courtney, yang menjadi seorang perunding dalam sejumlah pembicaraan pertahanan dengan Uni Soviet, mengatakan kepada VOA, “kadang-kadang duta besar ditarik setelah ada penghinaan.” “Dan sudah tentu, pemerintahan Biden juga sedang mempertimbangkan lebih banyak sanksi terkait sejumlah serangan siber Solar Winds.

Jadi keduanya dapat menjadi faktor dalam keputusan Moskow tersebut.” Putin memiliki hubungan yang lebih bersahabat selama empat tahun sebelumnya dengan pendahulu Biden, Presiden Donald Trump.

Selama masa kepresidenannya, Trump sering memuji-muji Putin dan menolak kesimpulan komunitas intelijen Amerika bahwa Moskow campur tangan dalam pemilihan presiden pada 2016.