Vaksin COVID-19 buatan Sinovac sangat efektif melindungi manusia agar tidak sakit parah, menurut hasil riset yang dilakukan pemerintah Malaysia.
Namun menurut penelitian itu, vaksin buatan Pfizer/BioNTech serta AstraZeneca memperlihatkan tingkat perlindungan yang lebih baik.
Data terbaru tersebut meningkatkan posisi Sinovac, perusahaan farmasi China yang keampuhan vaksin buatannya menjadi sorotan.
Sinovac disorot setelah sejumlah petugas layanan kesehatan di Indonesia dan Thailand dilaporkan tertular virus corona walaupun mereka sudah disuntik vaksin tersebut.
Riset tersebut menemukan bahwa 0,011 persen dari sekitar 7,2 juta orang yang disuntik vaksin Sinovac memerlukan perawatan di unit pelayanan intensif (ICU) rumah sakit karena infeksi COVID-19, kata beberapa pejabat kesehatan kepada wartawan, Kamis (23/9).
Sebaliknya, jumlah penerima suntikan dosis Pfizer/BioNTech serta AstraZeneca yang dirawat di ICU karena infeksi COVID-19 masing-masing sebesar 0,002 persen dan 0,001 persen.
Penelitian dilaksanakan oleh Institute for Clinical Research bersama sebuah gugus tugas nasional penanganan COVID-19.
Kalaiarasu Peariasamy, direktur Institute for Clinical Research, mengatakan bahwa vaksinasi –dengan vaksin buatan perusahaan farmasi manapun– telah mengurangi risiko orang dirawat di ICU sebesar 83 persen.
Selain itu, ujarnya, vaksinasi juga menurunkan risiko kematian sebesar 88 persen.
Persentase itu ditemukan pada penelitian lebih kecil dengan melibatkan 1,26 juta orang.
Sementara pada orang-orang yang sudah divaksin dengan dosis penuh, persentase mereka yang dirawat di ICU adalah 0,0066 persen, kata Peariasamy.
Tingkat kematian pada orang-orang yang sudah divaksinasi penuh juga rendah, yaitu 0,01 persen.
Sebagian besar dari kalangan itu adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun atau yang memiliki penyakit bawaan.
Malaysia telah memvaksinasi secara penuh 58,7 persen dari 32 juta penduduknya dan memberikan sedikitnya satu dosis vaksin COVID-19 pada 68,8 persen penduduk.