Bank Sentral Amerika hari Rabu (27/7) menaikkan suku bunga acuan sebesar tiga perempat point persentase (0,75 Persen) dalam upaya mendinginkan inflasi, yang terburuk sejak tahun 1980an.
Hal ini merupaakn “kenaikan suku bunga berkelanjutan” dalam biaya pinjaman ke depan, meskipun ada bukti terjadinya perlambatan ekonomi.
“Inflasi tetap tinggi, mencerminkan ketidakseimbangan penawaran dan permintaan terkait pandemi, kenaikan harga pangan dan energi, dan tekanan harga yang lebih luas,” kata Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang dengan suara bulat menaikkan suku bunga ke kisaran antara 2,25% dan 2,5%.
FOMC menegaskan bahwa pihaknya tetap “sangat memperhatikan” risiko inflasi.
Meskipun ketersediaan lapangan pekerjaan tetap “kuat,” tetapi dalam pernyataan kebijakan baru itu para pejabat mencatat “indikator pengeluaran dan produksi baru-baru ini telah melunak,” sebuah persetujuan pada fakta bahwa serangkaian kenaikan tingkat suku bunga yang agresif sejak Maret lalu mulai menunjukkan dampak.
Setelah menaikkan suku bunga 75 basis point bulan lalu dan kenaikan yang lebih kecil pada bulan Mei dan Maret, Bank Sentral telah menaikkan suku bunga total 225 basis point tahun ini untuk meredam inflasi.
Kebijakan menaikkan suku bunga ke tingkat sekarang ini menurut sebagian besar pejabat Bank Sentral memiliki dampak ekonomi yang netral, yang pada dasarnya menandai berakhirnya upaya era pandemi untuk mendorong pengeluaran rumah tangga dan bisnis.
Pernyataan kebijakan terbaru ini memberi sedikit panduan eksplisit tentang langkah-langkah yang mungkin diambil Bank Sentral selanjutnya, keputusan yang akan sangat bergantung pada apakah data yang kelak ada menunjukkan mulai melambatnya inflasi atau tidak.
Dengan data terbaru menunjukkan kenaikan harga konsumen lebih dari 9% maka investor berharap Bank Sentral akan menaikkan suku bunga setidaknya setengah point lagi dalam pertemuan September mendatang.