Bank of Japan proyeksikan inflasi Jepang tahun ini akan melampaui target bank sentral dalam perkiraan baru yang dipublikasikan pada Kamis, hari ini. Tetapi, BoJ justru tetap mempertahankan suku bunga sangat rendah dan isyaratkan tekadnya untuk tetap menjadi outlier di tengah gelombang pengetatan kebijakan oleh bank sentral global.
Gubernur BoJ, Haruhiko Kuroda, menepis kemungkinan pengetatan kebijakan jangka pendek, seraya mengatakan dia “sama sekali tidak berencana” menaikkan suku bunga atau menaikkan batas implisit 0,25% yang ditetapkan untuk target imbal hasil obligasi 10-tahun BoJ.
“Ekonomi saat ini menuju pemulihan dari pandemi. Memburuknya syarat perdagangan Jepang juga menyebabkan arus keluar pendapatan,” kata Kuroda dalam sebuah konferensi pers.
Kuroda juga menegaskan bahwa bank sentral harus melanjutkan kebijakan saat ini guna memastikan peningkatan laba perusahaan yang mengarah pada pertumbuhan upah dan harga yang moderat.
Seperti yang sudah diperkirakan, BOJ mempertahankan target -0,1% untuk suku bunga jangka pendek dan imbal hasil obligasi 10-tahun sekitar 0%.
Sikap dovish BoJ menonjol di tengah kesibukan bank sentral global saat ini yang menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi yang melonjak. Bank Sentral Eropa diperkirakan akan mengikuti The Fed dan BoE pada hari Kamis dengan kenaikan suku bunga pertama dalam 11 tahun.
Sementara kenaikan harga BBM dan komoditas telah mendorong inflasi Jepang di atas target 2% BOJ, yang telah berulang kali mengatakan tidak terburu-buru untuk menarik stimulus karena pertumbuhan global yang melambat menutupi prospek ekonomi yang masih lemah.
“Ketidakpastian pada ekonomi Jepang sangat tinggi. Kami harus hati-hati terhadap pergerakan pasar keuangan dan mata uang, serta dampaknya terhadap ekonomi dan harga,” kata BOJ dalam laporan triwulanan yang dikeluarkan setelah keputusan tersebut.
Menggarisbawahi kekhawatiran atas penurunan tajam yen baru-baru ini, BOJ memasukkan dalam laporan sebuah peringatan langka bahwa “volatilitas tajam” di pasar mata uang adalah salah satu risiko bagi perekonomian Jepang.