JAVAFX – Pada 1 Agustus, World Gold Council telah menerbitkan edisi baru laporan kuartalannya tentang permintaan emas. Menurut mereka, pasokan emas hanya tumbuh 6 persen dimana emas daur ulang melonjak 9 persen, sementara emas dari produksi tambang meningkat 2 persen. Disisi lain permintaan emas naik 8 persen dari tahun-ke tahun menjadi 1.123 ton pada kuartal kedua 2019.
Penggerak utama kenaikan ini adalah rekor pembelian oleh bank sentral. Bank-bank sentral membeli 224,4 ton emas, atau naik 47 % dari tahun lalu. Bank Nasional Polandia saja membeli 100 ton. Suku bunga rendah, perlambatan pertumbuhan global, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian yang disebabkan oleh perang perdagangan mengubah selera manajer cadangan devisa memilih emas.
Penggerak kedua adalah permintaan yang kuat untuk emas dalam bentuk aliran masuk ke ETF. Kepemilikan dalam ETF yang didukung emas global tumbuh sebesar 67,2 ton di Q2, mencapai 2.548 ton. Aliran masuk didukung oleh ketidakpastian geopolitik, pergeseran dovish dalam kebijakan moneter AS, dan momentum yang kuat.
Menariknya, sekitar 75 persen dari semua arus masuk global selama kuartal kedua diarahkan ke dana yang terdaftar di Inggris. Ini menunjukkan bahwa investor mencari tempat yang aman untuk emas di tengah ketidakpastian seputar Brexit.
Sementara dukungan bagi kenaikan harga lainnya adalah permintaan akan perhiasan emas yang juga naik 2 persen. Kenaikan ini terjadi berkat pemulihan yang kuat di pasar perhiasan India, dimana permintaan naik 12 persen. Permintaan emas oleh sektor teknologi justru menurun 3 persen, terpukul oleh pertumbuhan PDB global yang lebih lambat dan perang dagang AS-China. Investasi emas dalam bentuk batangan dan koin turun sebesar 12 %.
Meski nampak menjanjikan, namun perlu dicermati bahwa laporan-laporan WGC tersebut perlu ditelaah lebih jauh. Semisal, data permintaan akan emas yang dikabarkan meningkat 8 persen, sedangkan pasokan hanya naik 6 persen. Perbedaannya tidak besar dan tidak bisa menjelaskan lonjakan harga emas ke posisi tertinggi jauh di atas $ 1.400. Meskipun WGC mengakui bahwa di antara faktor-faktor pendorong reli ini adalah ekspektasi suku bunga yang lebih rendah.
Sebelumnya di bulan Juli, WGC menerbitkan prospek emas untuk semester kedua tahun ini. WGC mencatat bahwa pada paruh pertama tahun ini, bank sentral utama telah mengisyaratkan sikap yang lebih akomodatif, membawa imbal hasil obligasi global ke posisi terendah multi-tahun, menjadikan emas salah satu aset berkinerja terbaik pada akhir Juni. Penting digarisbawahi bahwa jatuhnya suku bunga, risiko dan momentum yang lebih tinggi membuat logam mulia lebih bullish tahun ini.
Lantas bagaimana untuk sisa akhir tahun ini, WGC percaya bahwa ketidakpastian pasar keuangan, kebijakan moneter yang akomodatif, dan suku bunga riil yang rendah kemungkinan akan mendukung permintaan investasi emas.
Hal ini senada dengan perkiraan kami, bahwa siklus pengetatan ala the Fed akan mencapai puncaknya pada 2018, menjadikan 2019 tahun yang lebih baik untuk harga emas. Sebenarnya, perkiraan fundamental untuk semester pertama tahun ini lebih baik, karena Fed telah benar-benar membalikkan pendiriannya dan memangkas suku bunga dana federal. Hal ini secara efektif mengakhiri siklus pengetatan. Pasar sendiri mengharapkan lebih banyak pemotongan tahun ini dan bank sentral AS akan mengikuti, di bawah tekanan dari Wall Street dan Gedung Putih.
Kebijakan moneter yang mudah harus dengan menurunkan suku bunga riil lebih jauh. Saat ini, sekitar $ 16 triliun utang global diperdagangkan dengan hasil negatif nominal. Menurut WGC, 70 % dari semua hutang dari negara-negara maju adalah perdagangan dengan suku bunga riil negatif dimana sisa 30 persen dari utang mendekati atau di bawah 1 persen. Dalam lingkungan seperti itu, emas sepantasnya terlihat makin menarik. (WK)