Bagi mesin propaganda China, penyerbuan ke Gedung Capitol AS oleh massa, sangat cocok dengan narasi anti-Amerika yang dilancarkan Beijing.
China menyebut kerusuhan itu sebagai contoh kemerosotan demokrasi.
Namun, para ahli mengatakan pendekatan itu bisa menjadi bumerang bagi China karena menunjukkan kekuatan sistem AS yang memungkinkan transfer kekuasaan secara damai dan penyelidikan dilakukan sesuai dengan aturan hukum.
Surat kabar Global Times yang dikendalikan partai yang berkuasa di China menerbitkan sebuah artikel berjudul “Model Demokrasi Sekarat, Amerika Tidak Bisa Perbaiki Citranya Setelah Kerusuhan Capitol.” Artikel itu mengatakan Electoral College adalah sistem kuno yang tidak mampu memenuhi tantangan demokrasi modern.
Feng Chongyi, seorang profesor studi China kontemporer di Universitas Teknologi Australia Sydney, mengatakan Partai Komunis China (PKC) telah melakukan perang ideologi dengan demokrasi liberal Barat selama bertahun-tahun.
Jadi, tidak mengherankan jika Beijing menyoroti masalah masyarakat Amerika yang terungkap pada insiden 6 Januari.
Namun, pendekatan tersebut bisa menjadi bumerang karena “insiden besar seperti kerusuhan di Capitol sekalipun tidak bisa menghentikan transfer kekuasaan secara damai,” kata Feng.
“Itu menunjukkan bagaimana politik multipartai dan demokrasi bisa memperbaiknya.
Jadi ini adalah perspektif yang mengancam kekuasaan PKC.” Diskusi dan opini tentang Electoral College telah berkembang luas di media AS sejak pemilu 2016 di mana Hillary Clinton dari Partai Demokrat memenangkan suara terbanyak.
Namun Donald Trump dari Partai Republik memenangkan Electoral College yang menjadikan Trump sebagai presiden.
Hal baru dari propagada tersebut adalah penghinaan Beijing terhadap Electoral College serta upaya kuat yang dilakukan untuk menggambarkan kemerosotan demokrasi AS setelah kerusuhan 6 Januari.