Pengumuman tentang penemuan vaksin malaria pertama tidak hanya menumbuhkan harapan dalam upaya melawan salah penyakit paling buruk di dunia, tetapi juga menggaris-bawahi pentingnya untuk mengatasi bencana ini dari berbagai sisi.
Pesan tersebut disampaikan oleh pemimpin dari organisasi Inisiatif Melawan Malaria (PMI), Dr.Raj Panjabi.
Organisasi, yang diprakarsai oleh pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, pada minggu ini meluncurkan sebuah rencana ambisius untuk lima tahun ke depan yang bertujuan untuk mengatasi penyakit yang digambarkannya sebagai “pandemi paling tua.” Malaria adalah sebuah infeksi parasitik yang disebarkan lewat nyamuk dan menewaskan ratusan ribu orang setiap tahun.
Kebanyakan korbannya adalah anak kecil, dan kebanyakan kasus malaria terjadi di wilayah sub-sahara Afrika.
Walaupun malaria bukanlah sebuah endemi di AS, pemerintahan Joe Biden memprioritaskan penanganan penyakit tersebut, kata Panjabi, yang ditunjuk sebagai koordinator global malaria dari PMI pada Februari lalu.
PMI adalah sebuah program pemerintah AS yang ditujukan untuk memerangi penyakit itu dan berada dibawah Badan untuk Pembangunan Internasional atau USAID.
“Ini merupakan usaha yang tepat,” katanya kepada VOA.
“Terlampau banyak orang, lebih dari 400 ribu, yang tewas setiap tahun karena malaria.
Kebanyakan anak-anak.
Faktanya, seorang anak meninggal setiap dua menit karena penyakit ini.
Dan lebih dari 200 juta kasus masih terjadi setiap tahun.
Ini merupakan pandemi paling tua, ini adalah pandemi yang menewaskan lebih banyak anak-anak dari pandemi lainnya, terutama di wilayah Afrika sub-Sahara.” Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada minggu ini mengumumkan sebuah vaksin baru yang menurut Direktur Jenderal dari lembaga tersebut Tedros Adhanom Ghebreyesus bahwa hal itu “merupakan terobosan untuk sains, kesehatan anak, dan pengendalian malaria”.
“Dengan menggunakan vaksin ini ditambah dengan cara-cara medis lain yang digunakan untuk mencegah malaria, dapat menyelamatkan puluhan ribu nyawa anak-anak setiap tahunnya.” Vaksin yang diberikan dalam empat dosis ini, dikembangkan untuk anak-anak berusia di bawah 2 dan telah diuji cobakan di tiga negara Afrika.
Hasilnya, vaksin tersebut mampu mencegah kondisi pengidap menjadi lebih parah sebanyak 30 persen dari kasus yang diuji.
Angka tesebut ini mungkin terdengar mengecewakan, tetapi vaksin ini hanyalah satu diantara berbagai alat yang tersedia untuk mencegah malaria, demikian dijelaskan oleh Ashley Birkett, direktur dari Inisiatif Vaksin Malaria di PATH, sebuah organisasi global yang memperjuangkan kesetaraan kesehatan dan ikut ambil bagian dalam pengembangan vaksin ini selama 30 tahun.
“Tiga puluh persen terdengar sebagai angka yang rendah, tetapi kalau Anda perhatikan skala dari permasalahannya dengan fakta bahwa kita dihadapkan pada lebih dari 260 ribu anak-anak tewas akibat malaria setiap tahunnya, (kehadiran) vaksin bisa dimanfaatkan bersama alat-alat lainnya (untuk) dapat menawarkan satu cara perlindungan yang baru.
Vaksin ini berpotensi memiliki dampak signifikan,” kata Birkett.
Itulah sebabnya, kata Panjabi, mengapa PMI pada minggu ini mengumumkan rencana bernilai satu milyar dolar AS per tahun yang cukup ambisius dengan tujuan untuk menyelamatkan empat juta nyawa serta mencegah satu milyar infeksi dalam lima tahun ke depan.
“Terobosan medis saja tidak cukup,” kata Panjabi.
Ia menambahkan bahwa salah satu taktik yang diterapkan di dalam rencana ini adalah dengan merekrut, melatih, penduduk lokal sebagai petugas kesehatan di lingkungannya yang bisa melakukan tes dan mengantar obat-obatan ke rumah penduduk.
Selain itu, pihaknya juga akan terus melanjutkan pengembangan vaksin, terutama dari segi efikasi atau efektivitasnya.