Pound terlihat cukup stabil, meski mata uang Inggris Raya itu relatif cenderung melemah pada Rabu. Hal ini karena investor diragukan atas kemungkinan varian baru COVID, yang pertama kali ditemukan di India, akan mempengaruhi fase terakhir pembukaan kembali di Inggris pada 21 Juni.
Sterling mendapat predikat mata uang berkinerja terbaik di antara negara G10 di tahun ini. Mata uang ini pun diuntungkan oleh sentimen positif investor global terhadap Inggris setelah program vaksinasi cepat di negeri Ratu Elisabeth tersebut.
Tercatat, Inggris tidak memiliki angka kematian baru dalam kurun waktu 28 hari setelah tes positif COVID-19 pada hari Selasa untuk pertama kalinya sejak Maret 2020. Angka itu muncul setelah hari libur nasional, sebuah faktor yang di masa lalu mencondongkan data.
Kekhawatiran inflasi juga muncul kembali. Perusahaan ritel Inggris telah melaporkan penurunan harga terkecil sejak awal pandemi COVID. Hal ini sebagian disebabkan oleh konsumen membeli lebih banyak pakaian dan sepatu saat penguncian dilonggarkan, dan tekanan harga tampaknya akan meningkat lebih lanjut selama sisa tahun 2021.
Indikator ekonomi termasuk survei manajer pembelian justru tengah meningkat di saat Inggris baru akan memulai pembukaan kembali aktifitas ekonomi tahap ketiga pada bulan Mei, yang memungkinkan makan dalam ruangan di pub dan restoran.
Deputi Gubernur Bank of England Dave Ramsden mengatakan bank sentral secara hati-hati memantau pasar perumahan Inggris yang sedang booming.
Pekan lalu, sterling mendapat dukungan menyusul komentar dari pembuat kebijakan BoE Gertjan Vlieghe. Vlieghe mengatakan bank sentral kemungkinan akan menaikkan suku bunga hanya sampai tahun depan, sambil mencatat kenaikan bisa terjadi lebih awal pada 2022 jika ekonomi pulih lebih cepat dari yang diharapkan.
Setelah menyentuh level tertinggi baru tiga tahun $1,4250 terhadap dolar awal pekan ini, sterling turun tipis 0,1% pada $1,4138 versus dolar. Terhadap euro, pound menguat tipis 0,1% pada level 86,24 pence.