Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, Kamis (9/12) mengatakan alih-alih berpihak pada apa yang disebut “blok yang menyerupai Perang Dingin”, negaranya berusaha mengurangi ketegangan antara Amerika Serikat dan China.
Dalam pidato utamanya di sebuah seminar keamanan regional di Islamabad, Khan memperingatkan persaingan antara dua kekuatan dunia itu “bergerak menuju Perang Dingin baru dan blok-blok baru sekali lagi dibentuk.” Khan menguraikan Islamabad tidak ingin “terjebak” ke dalam Perang Dingin lainnya seperti yang terjadi ketika bergabung dengan aliansi Barat pimpinan AS melawan bekas Uni Soviet.
“Pakistan harus mencoba yang terbaik untuk menghentikan pembentukan blok-blok tersebut.
Kita tidak boleh menjadi bagian dari blok mana pun,” ia bersikeras.
Pakistan menjadi pangkalan bagi perlawanan bersenjata Afghanistan yang didanai AS, yang dijuluki jihad Islam melawan pendudukan Soviet di Afghanistan pada tahun 1980-an.
Pernyataan Khan itu datang sehari setelah pemerintahannya mengatakan tidak akan menghadiri KTT Demokrasi Presiden AS Joe Biden selama dua hari secara virtual mulai hari Kamis, di mana Washington mengundang Taiwan namun bukan China.
Kementerian Luar Negeri Pakistan dalam lembaran resminya hari Rabu (8/12) tidak menyebut alasan melewatkan KTT tersebut, akan tetapi seorang pejabat senior pemerintah yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan partisipasi Taiwan tidak sejalan dengan sikap Islamabad yang sebelumnya dengan “tegas” mendukung pertemuan tersebut “Kebijakan Satu-China.” “Kami akan terus terlibat dengan para peserta KTT dan mereka yang tidak hadir untuk membahas cara-cara memperkuat demokrasi, mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan memerangi korupsi, baik yang terjadi di dalam atau di luar kerangka KTT,” kata seorang pejabat senior pemerintahan Biden kepada VOA sebagai tanggapan atas penolakan Pakistan itu.
Khan, Kamis (9/12) mengingatkan bahwa Pakistan di masa lalu berperan sebagai saluran komunikasi dalam pengaturan kunjungan rahasia dari Islamabad ke Beijing tahun 1971 dimana Menteri Luar Negeri AS saat itu, Henry Kissinger, memulihkan kembali hubungan AS-China setelah lebih dari dua dekade tidak berhubungan secara diplomatik.