Pidato di PBB, Biden Janji Tak Akan Mulai Perang Dingin Baru

0
47

Dengan janji melakukan “diplomasi yang agresif” dan tekad untuk tidak memulai “Perang Dingin baru,” Presiden Amerika Joe Biden menggunakan pidato pertamanya di Majelis Umum PBB hari Selasa (21/9) untuk mendorong agenda globalnya.

Panglima angkatan bersenjata utama dunia itu mengatakan “kekuatan militer Amerika harus menjadi piranti terakhir, bukan yang pertama.” Biden, yang berbicara untuk pertama kalinya sebagai kepala negara, juga menggunakan pidato selama setengah jam itu untuk mendorong tindakan agresif melawan pandemi virus corona dan perubahan iklim.

“Yang kita hadapi ini adalah pilihan yang jelas dan mendesak, pada awal dekade yang menentukan bagi dunia, satu dekade yang secara harfiah akan menentukan masa depan kita.

Sebagai komunitas global, kita ditantang oleh krisis yang mendesak dan mengancam, di mana ada peluang besar jika kita dapat memperkuat kemauan dan tekad untuk meraih peluang ini,” ujarnya.

Tanpa menyebut China – musuh terbesar Amerika – Biden juga menyampaikan tekad bahwa ia tidak akan berusaha meningkatkan konflik.

Dalam pidato sebelumnya dalam sidang Majelis Umum PBB, Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan “akan mustahil mengatasi tantangan ekonomi dan pembangunan yang dramatis kalau dua negara dengan perekonomian terbesar di dunia saling berselisih.” “Kita tidak ingin, sekali lagi saya tegaskan, kita tidak ingin memulai Perang Dingin baru atau (membuat) dunia terbagi menjadi blok-blok yang kaku.

Amerika siap bekerja dengan negara mana pun yang ingin mengupayakan resolusi damai bagi tantangan bersama, meskipun kita terus tidak sepakat dalam bidang-bidang lain, karena kita semua akan mengalami konsekuensi dari kegagalan jika kita tidak bersatu mengatasi ancaman yang mendesak seperti COVID-19, perubahan iklim, atau ancaman terus menerus seperti proliferasi nuklir.” Biden: Kami Telah Membalik Halaman Biden juga membela keputusannya yang kontroversial untuk menarik mundur pasukan dari Afghanistan setelah keterlibatan Amerika selama 20 tahun di negara itu.

Pernyataan itu dicatat oleh Duta Besar Afghanistan Untuk PBB Ghulan Isaczai, yang ditunjuk oleh pemerintahan sebelumnya, sebelum Taliban merebut kekuasaan 15 Agustus lalu.

Gedung Putih mengatakan mereka “tidak akan terburu-buru” mengakui Taliban sebagai pemerintah resmi.

“Saya berdiri di sini hari ini, untuk pertama kali dalam 20 tahun, di mana Amerika tidak sedang berperang.

Kami telah membalik halaman.” Penampilan Biden hari Selasa itu merupakan kritik langsung terhadap doktrin agresif “Amerika yang Pertama” yang digagas pendahulunya, Donald Trump.

“Melangkah maju, kami akan memimpin.

Kami akan memimpin dalam penyelesaian semua tantangan terbesar dalam zaman kita, mulai dari COVID-19 hingga iklim, perdamaian dan keamanan, martabat manusia, dan hak asasi manusia.

Tapi kami tidak akan melakukannya sendiri.

Kami akan memimpin bersama sekutu dan mitra kami, bekerjasama dengan semua orang yang percaya, sebagaimana kami percaya, bahwa kita mampu mengatasi tantangan ini, untuk membangun masa depan, dan melestarikan planet ini.” Sidang tahunan di markas besar PBB di New York ini bisa dikatakan merupakan panggung global terbesar bagi para pemimpin dunia, di mana mereka menggunakan kesempatan untuk menjelaskan topik-topik yang menjadi kepentingan global dan regional di hadapan majelis yang beranggotakan 193 negara.

Tahun ini hanya sekitar 100 kepala negara yang menyatakan akan hadir secara langsung.

Selebihnya seperti pemimpin China, Iran, Mesir dan Somalia telah memberitahu bahwa mereka akan mengirim pidato yang sudah direkam sebelumnya, .

Ideal vs Realitas Tetapi visi Biden yang bersifat global, kooperatif dan optimistis berbenturan dengan realitas yang ada.

Jumat lalu (18/9) sekutu terkuat Amerika, Prancis, memanggil pulang duta besarnya di Amerika dan Australia.

Prancis mengungkapkan kemarahannya atas “tikaman” yang dilakukan kedua negara itu ketika kesepakatan kapal selam nuklir mereka membatalkan kesepakatan Prancis-Australia yang bernilai hampir 70 miliar dolar untuk membuat kapal selam konvensional.

Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Biden akan mengadakan pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron melalui telepon.

Macron tidak berencana datang ke New York.

Psaki menolak mengatakan apakah pemerintah Biden akan membuat isyarat pembayaran kompensasi kepada Prancis.

Di luar sidang Majelis Umum PBB, Biden juga akan bertemu dengan Perdana Menteri Australia Scott Morrison dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Biden juga akan menjadi tuan rumah pertemuan puncak tentang COVID-19 serta bertemu dengan Perdana Menteri India Narenda Modi dan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga.

Keduanya adalah anggota dari apa yang disebut sebagai “The Quad” – dialog strategis yang juga mencakup Australia.

“The Quad” ini dipandang sebagai benteng melawan pengaruh China yang terus meningkat.