Peringati Hari HAM, PBB desak kekerasan terhadap perempuan dihentikan

0
75
FILE PHOTO: Overview of the session of the Human Rights Council during the speech of U.N. High Commissioner for Human Rights Michelle Bachelet at the United Nations in Geneva, Switzerland, February 27, 2020. Picture taken with a fisheye lens. REUTERS/Denis Balibouse/File Photo

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Institut Francais Indonesia (IFI) mendesak aksi untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) PBB dan IFI mengadakan acara “UNiTE: Konser Musik dan Pertunjukan Seni untuk Mengakhiri Kekerasan terhadap Perempuan” di Jakarta pada 10 Desember 2023.

Acara tersebut menandai hari terakhir kampanye global Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan selama 16 hari yang bertujuan menggalang aksi demi masa depan bebas kekerasan bagi perempuan dan anak perempuan.

“Kita harus mengakhiri budaya permisif yang menormalisasi kekerasan terhadap perempuan.

Setiap dari kita berperan penting dalam mengeliminasi kekerasan terhadap perempuan dan kita harus terus mendorong perubahan di semua tingkatan,” kata UNFPA Champion Ayu Saraswati dalam keterangan tertulis PBB untuk Indonesia di Jakarta, Senin.

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, menekankan pentingnya investasi dalam perlindungan hak perempuan dan anak perempuan bebas dari kekerasan untuk masa depan yang lebih baik.

“Kampanye ini bukan hanya peringatan, tetapi juga sebuah panggilan untuk bersama-sama mengakhiri segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh lapisan masyarakat, ” katanya.

Acara “UNiTE” diselenggarakan bersama Kedutaan Besar Prancis, Institut Français Indonesia (IFI), PBB di Indonesia – Badan PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), Dana Kependudukan PBB (UNFPA), dan Program Pembangunan PBB (UNDP) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan dan Yayasan Pulih.

Acara tersebut bertujuan menambah perhatian, khususnya di kalangan pemuda untuk bersuara dalam mencegah kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan, memperkuat solidaritas terhadap korban dan penyintas kekerasan serta mendorong upaya kolaboratif untuk mengatasi isu ini.

Data WHO mengungkapkan bahwa satu dari tiga perempuan dan anak perempuan secara global mengalami kekerasan sedikitnya sekali dalam hidup mereka, yang menekankan perlunya tindakan berkelanjutan.

Penelitian lebih lanjut oleh UNODC dan UN Women menunjukkan bahwa 55 persen dari semua pembunuhan terhadap perempuan dilakukan oleh anggota keluarga atau pasangan intim.

Di Indonesia, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan mengalami peningkatan dramatis, naik dari 216.156 pada 2012 menjadi 457.895 pada 2022.

Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan peningkatan angka pelaporan bisa jadi merupakan indikasi meningkatnya kepercayaan diri dan akses korban untuk melapor.

“Karena itu, jangan sia-siakan kepercayaan korban.

Mari gerak bersama kita pastikan korban dapat menikmati haknya, dan menjadikan pengalaman korban sebagai pembelajaran untuk meneguhkan upaya mencegah kejadian serupa berulang.” PBB di Indonesia terus membangun kemitraan yang kuat dengan lembaga pemerintah, sektor swasta, organisasi masyarakat sipil dan influencer (pemengaruh) untuk mempromosikan nol toleransi terhadap kekerasan terhadap perempuan, demikian menurut pernyataan tersebut.