Para menteri luar negeri dari berbagai penjuru dunia akan bertemu di New Delhi pekan ini di bawah bayang-bayang perang Rusia di Ukraina dan meningkatnya ketegangan AS-China.
Meski demikian, tuan rumah India berharap bahwa masalah-masalah seperti perubahan iklim dan utang Dunia Ketiga tidak akan terabaikan dalam pertemuan itu.
Pertemuan para menteri luar negeri G20 pada 1-2 Maret akan diadakan beberapa hari setelah pertemuan para menteri keuangan blok itu di Bengaluru.
Pada pertemuan itu, para menteri berselisih mengenai perlunya mengutuk Rusia atas perang di Ukraina, sehingga gagal mencapai konsensus untuk mengeluarkan pernyataan bersama.
Sebagai gantinya, mereka memutuskan untuk mengeluarkan sebuah dokumen ringkasan.
Hasilnya pertemuan Bengaluru ini mirip dengan pertemuan KTT G20 di Bali November lalu ketika tuan rumah Indonesia juga mengeluarkan deklarasi akhir yang mengakui adanya perbedaan.
Juli lalu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov keluar dari pertemuan para menteri luar negeri G20, juga di Bali, setelah Barat mengecam keras perang yang dikobarkan oleh Rusia di Ukraina.
Pertemuan New Delhi akan dihadiri oleh Lavrov, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly dari Inggris, sementara China diperkirakan akan mengirim menteri luar negerinya, Qin Gang.
Secara keseluruhan, perwakilan dari 40 negara, termasuk anggota non-G20 yang diundang oleh India, dan organisasi-organisasi multilateral akan hadir .
Blok G20 mencakup negara-negara demokrasi G7 yang kaya, dan beberapa negara besar seperti Rusia, China, India, Australia, Brasil, dan Arab Saudi.
Pertemuan menteri luar negeri negara-negara Quad – Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang – juga dijadwalkan akan diadakan di sela-sela pertemuan blok itu.
Pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi ingin mengarahkan fokus pertemuan minggu ini ke isu-isu seperti perubahan iklim dan utang negara-negara berkembang, kata seorang pejabat kementerian luar negeri India yang berbicara dengan syarat namanya dirahasiakan karena ia tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
India tidak ingin masalah Ukraina mendominasi acara tersebut, tetapi itu akan menjadi agenda utama, kata pejabat itu.
Namun ia menambahkan itu adalah “niat New Delhi untuk terus menyuarakan Global South dan mengangkat masalah yang berkaitan dengan kawasan.” Pertemuan para menteri luar negeri ini juga akan mendapat banyak sorotan terkait ketegangan yang terjadi antara Washington dan Beijing, dan invasi di Ukraina.
China, bersama dengan Rusia, menolak untuk menandatangani dokumen ringkasan dari pertemuan para menteri keuangan di Bengaluru.
Sebelumnya pada hari Senin, China menuduh Amerika Serikat “membahayakan” perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan setelah pesawat patroli maritim AS P-8A Poseidon terbang melalui jalur perairan yang sensitive itu.
Ketegangan Terkait Balon Mata-mata Hubungan AS-China menegang bulan ini setelah militer AS menembak jatuh apa yang dikatakannya sebagai balon mata-mata China yang melayang di wilayah udara Amerika Serikat.
China mengatakan balon itu adalah alat penelitian sipil yang secara tidak sengaja terlempar keluar jalur, dam menyebut tanggapan AS sebagai reaksi berlebihan.
Perselisihan tersebut mendorong Blinken untuk menunda kunjungan yang direncanakan ke Beijing.
Diplomat tertinggi China Wang Yi mengatakan bahwa penanganan AS atas insiden balon itu “tak terbayangkan” dan “berlebihan”.
New Delhi telah berusaha untuk bersikap netral terkait perang Rusia-Ukraina.
Sementara Modi telah memberi tahu Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa ini bukan waktunya untuk perang, India menolak menyalahkan Moskow atas konflik tersebut, mencari solusi diplomatik dan secara tajam meningkatkan pembelian minyak Rusia.
Perselisihan terkait konflik itu akan kembali mengemuka pada pertemuan minggu ini, kata Anil Wadhwa, mantan diplomat India dan pengamat terkemuka di Yayasan Internasional Vivekananda New Delhi.
“Tidak mungkin para menteri luar negeri G20 akan mencapai kesepakatan mengenai cara dan mekanisme untuk menghadapi situasi di Ukraina,” katanya.
“Alasannya banyak, tetapi masalah yang paling penting adalah situasi di Ukraina saat ini sangat cair.”