Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa teknologi baru membutuhkan tata kelola baru dan inovatif yang mendapat input dari mereka yang terlibat dalam penggunaan dan pengembangannya.
“Teknologi baru memerlukan bentuk tata kelola yang baru dan inovatif – dengan masukan dari para ahli yang membangun teknologi ini dan dari mereka yang memantau penyalahgunaannya,” kata Guterres dalam keterangan tertulis di situs PBB dipantau dari Jakarta, Rabu.
Guterres menyampaikan hal tersebut dalam Sidang Majelis Umum PBB ke-78 di New York, Selasa (19/9).
Dia juga mengatakan bahwa dunia juga harus menghadapi ancaman terhadap hak asasi manusia yang ditimbulkan oleh teknologi baru, seperti Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI).
Guterres melanjutkan, kecerdasan buatan generatif memberi banyak harapan dan di saat yang sama juga terdapat bahaya yang lebih besar lebih dari yang dapat dikendalikan.
“Bahkan beberapa dari mereka yang mengembangkan AI generatif menyerukan peraturan yang lebih ketat,” ucap Guterres.
Guterres mengatakan, dunia membutuhkan Global Digital Compact – kerja sama kolaboratif antara pemerintah, organisasi regional, sektor swasta dan masyarakat sipil – untuk memitigasi risiko teknologi digital, dan mengidentifikasi cara untuk memanfaatkan teknologi tersebut demi kebaikan umat manusia.
Dia menyebutkan bahwa beberapa pihak telah menyampaikan pertimbangan untuk membentuk entitas global baru di bidang AI yang dapat menyediakan sumber informasi dan keahlian bagi negara-negara anggota.
Dan Guterres menyatakan bahwa PBB siap menjadi tuan rumah diskusi global dan inklusif yang diperlukan, tergantung pada keputusan negara-negara anggota.
“Untuk membantu memajukan pencarian solusi tata kelola yang konkret, bulan ini saya akan menunjuk Badan Penasihat Tingkat Tinggi untuk Kecerdasan Buatan (High-Level Advisory Body on Artifical Intelligence) – yang akan memberikan rekomendasi pada akhir tahun ini,” kata Guterres.