Organisasi terbesar internasional di dunia, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), frustrasi melihat pertempuran yang terus berlangsung di tengah gencatan senjata di Sudan.
Pada Kamis (27/4), tentara Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Khusus (RSF) sepakat untuk memperpanjang lagi gencatan senjata selama 72 jam sejak gencatan senjata sebelumnya berakhir, tetapi kekerasan kembali meletus.
Menurut Juru Bicara PBB Stephane Dujarric, situasi itu sangat mengecewakan bagi PBB serta menghancurkan dan tragis bagi rakyat Sudan yang berusaha pergi menyelamatkan diri, mendapatkan makanan, dan memperoleh bantuan kemanusiaan.
“Penting agar para pemimpin Sudan yang terlibat dalam kekerasan ini untuk menempatkan kepentingan rakyat Sudan di atas kepentingan mereka sendiri,” tutur Dujarric kepada wartawan, Jumat (28/4).
Ratusan korban meninggal dunia dan ribuan orang telah menyelamatkan diri selama bentrokan antara tentara Sudan dan RSF sejak 15 April 2023.
Ketidaksepakatan bermunculan beberapa bulan terakhir antara tentara dan paramiliter mengenai reformasi keamanan militer.
Sudan tidak memiliki pemerintahan yang berfungsi sejak Oktober 2021, ketika militer membubarkan pemerintahan transisi Perdana Menteri Abdalla Hamdok dan menyatakan keadaan darurat dalam apa yang oleh kekuatan politik disebut sebagai kudeta.Sekjen PBB: Konflik Sudan berpotensi menular ke kawasan lain