Sistem perbankan Libya “kemungkinan akan kolaps” jika dua bank sentral yang beroperasi secara paralel di sana tidak bergabung dan perundingan politik yang mandek bisa mengganggu gencatan senjata, utusan khusus PBB untuk Libya memperingatkan, Kamis (15/7).
Negara kaya minyak di Afrika Utara itu jatuh ke dalam kekacauan setelah penggulingan Muammar Gaddafi yang didukung NATO pada 2011.
Pemerintahan Libya terbagi dua sejak 2014, satu pemerintah di barat yang diakui dunia internasional dan satu pemerintah tandingan di timur yang memiliki institusinya sendiri.
Pemisahan bank sentral, ditambah kurangnya anggaran yang terpadu, membuat mereka menumpuk banyak utang untuk membiayai pemerintah masing-masing, kata utusan khusus PBB untuk Libya Jan Kubis kepada Dewan Keamanan (DK) PBB.
“Mengelola utang ini hanya mungkin dilakukan jika bank sentral bersatu.
Dengan kata lain, sistem perbankan Libya kemungkinan akan runtuh tanpa adanya penggabungan,” kata Kubis.
Audit internasional terhadap kedua bank sentral Libya pekan lalu merekomendasikan langkah-langkah menuju penggabungan.