Laporan Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (ESCAP) pada Selasa (25/7) memperingatkan bahwa kawasan Asia-Pasifik menghadapi masa kritis untuk memperkuat pertahanannya melawan bencana yang disebabkan oleh iklim.
Menurut laporan ESCAP, kawasan itu mengalami lebih dari 140 bencana yang menyebabkan 7.500 orang tewas dan kerugian ekonomi senilai 57 miliar dolar AS (1 dolar AS = Rp15.007) pada 2022.
Laporan Bencana Asia-Pasifik 2023 memproyeksikan bahwa dalam skenario pemanasan 2 derajat Celsius, kawasan itu berpotensi menanggung kerugian tahunan senilai hampir 1 triliun dolar AS atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Tindakan segera sangat penting untuk mencegah bencana ini dan melindungi manfaat pembangunan yang telah dicapai dengan kerja keras mengingat risiko bencana berpotensi melampaui kemampuan adaptasi.
Under-Secretary-General PBB sekaligus Sekretaris Eksekutif ESCAP Armida Salsiah Alisjahbana mengatakan seiring dengan meningkatnya suhu, titik panas (hotspot) bencana baru mulai bermunculan, dan titik-titik yang sudah ada kian menguat.
“Situasi darurat bencana sedang berlangsung, dan kita harus mengubah pendekatan secara fundamental untuk membangun ketahanan,” ujarnya.
ESCAP menyoroti perlunya peningkatan investasi dalam sistem peringatan dini multibahaya, yang berpotensi memangkas kerugian akibat bencana hingga 60 persen.
ESCAP juga mendesak kawasan itu untuk bersatu dan mendukung langkah-langkah adaptasi transformatif yang ditargetkan bersama dengan strategi regional untuk mewujudkan inisiatif Peringatan Dini untuk Semua (Early Warning for All) pada 2027.
Perkiraan Organisasi Meteorologi Dunia pada awal Juli memperingatkan adanya peluang 90 persen El Nino akan berlanjut pada paruh kedua 2023, yang berpotensi memecahkan rekor suhu dan memicu panas ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk lautan.