Perserikatan Bangsa-Bangsa memperingatkan pada Jumat (23/7) bahwa lebih dari empat juta orang di Lebanon, termasuk satu juta pengungsi berisiko kehilangan akses ke air bersih karena kekurangan dana, bahan bakar dan pasokan mempengaruhi pemompaan air.
“UNICEF memperkirakan bahwa sebagian besar pemompaan air secara bertahap akan berhenti di seluruh negeri dalam empat hingga enam minggu ke depan,” kata sebuah pernyataan oleh badan PBB itu.
Lebanon sedang berjuang melawan krisis ekonomi yang telah mendorong lebih dari setengah penduduknya ke dalam kemiskinan dan melihat mata uangnya kehilangan lebih dari 90 persen nilainya dalam waktu kurang dari dua tahun.
Krisis keuangan telah diterjemahkan ke dalam kekurangan parah barang-barang pokok seperti bahan bakar dan obat-obatan karena dolar menipis.
UNICEF mengatakan bahwa jika sistem pasokan air publik runtuh, biaya air bisa melonjak 200 persen per bulan karena air akan diamankan dari pemasok air swasta.
Badan PBB itu mengatakan dibutuhkan $40 juta atau Rp579 miliar per tahun untuk mengamankan tingkat minimum bahan bakar, klorin, suku cadang dan pemeliharaan yang diperlukan untuk menjaga sistem kritis tetap beroperasi.
“Kecuali tindakan segera diambil, rumah sakit, sekolah, dan fasilitas umum penting tidak akan dapat berfungsi,” kata Perwakilan UNICEF di Lebanon, Yukie Mokuo, seperti dikutip dalam pernyataan itu.