Pasar saham Asia rebound dari level terendah dua bulan, Rabu, setelah imbal hasil obligasi global turun menyusul lelang obligasi AS yang diterima dengan baik. Kenaikan juga ditopang oleh saham China menemukan pijakan setelah penurunan tajam baru-baru ini karena kekhawatiran pengetatan kebijakan.
Aksi jual baru-baru ini dalam obligasi global sempat meresahkan pasar secara umum karena kekhawatiran bank sentral dapat mulai mengetatkan keran moneter yang mendorong imbal hasil lebih tinggi. Tak pelak memicu kekhawatiran biaya pinjaman yang lebih tinggi dapat menggagalkan pemulihan ekonomi global yang rapuh.
Indeks Nikkei Jepang menguat tipis sementara indeks saham MSCI Asia-Pasifik, di luar Jepang, naik 0,2%, sehari setelah mencapai level terendah dua bulan. Indeks CSI300 dari saham-A Cina daratan naik 0,4%.
Meskipun demikian, saham Eropa dan AS sedikit melemah karena investor masih digelisahkan oleh penurunan obligasi menjelang data inflasi utama dan lelang obligasi di Amerika Serikat. Euro Stoxx 50 berjangka turun 0,3%, sementara FTSE berjangka Inggris turun 0,7%.
Kenaikan di pasar saham Asia terjadi setelah saham China jatuh ke level terendah sejak pertengahan Desember pada sesi sebelumnya di tengah prospek kebijakan yang lebih ketat dan pemulihan ekonomi yang melambat.
Imbal hasil obligasi acuan 10-tahun AS merosot menjadi 1,540%, setelah memuncak di level 1,626% pada hari Jumat, setelah lelang Selasa sebesar $58 miliar pada obligasi 3-tahun AS diterima dengan baik.
Namun, banyak investor pasar tetap gelisah, dengan ujian berikutnya dari minat investor untuk utang pemerintah yang akan jatuh tempo akhir pekan ini dalam bentuk lelang 10 tahun dan 30 tahun.
Beberapa investor melihat risiko nyata dari ekonomi AS yang terlalu panas dan inflasi yang lebih tinggi di balik pengeluaran yang direncanakan oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden, termasuk stimulus $1,9 triliun dan inisiatif yang lebih besar pada infrastruktur.
Peluncuran vaksin COVID-19 yang lebih cepat di beberapa negara dan paket stimulus AS yang direncanakan membantu mendukung prospek ekonomi global yang lebih cerah, kata Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi, saat menaikkan perkiraan pertumbuhan 2021.