JAVAFX – Pasar daging babi Amerika Serikat (AS) pada tahun 2020 ini diprediksi bakal meraup berkah terbesar dari meredanya perang dagang dengan China. Hal itu seiring lonjakan permintaan daging babi dari Negeri Tirai Bambu.
Dilansir dari laman CNN International, pada Senin (20/1), laporan terkini Kementerian Pertanian AS (USDA) mencatat ekspor daging babi ke China mendominasi dengan porsi 26,5% dari seluruh ekspor daging babi AS pada November 2019 lalu. Pada saat perang dagang dengan China, dimana tengah panas-panasnya pada 2018 lalu, porsi ekspor daging babi AS ke China hanya 4,9%.
China merupakan konsumen daging babi terbesar di dunia. Jelang perayaan Imlek, kebutuhan daging babi warga China biasanya akan melesat. Pada tahun lalu, China harus menggunakan cadangan darurat daging babi lantaran 100 juga ekor babi lokal terserang virus flu babi Afrika.
Setelah berbulan-bulan negosiasi, akhirnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Wakil Perdana Menteri China Liu He secara resmi menandatangani perjanjian perdagangan fase satu di Gedung Putih, pada hari Rabu (15/1) pukul 11.30 waktu Washington, dalam upaya untuk meredakan perselisihan perdagangan selama 18 bulan antara kedua negara adidaya ekonomi.
Defisit daging babi telah mendorong Beijing untuk mencapai kesepakatan dengan AS di tengah kepanikan perang dagang antara kedua negara. Agustus 2019 lalu, perusahaan China telah membeli lebih dari 10 ribu ton daging babi AS dan pembelian itu tetap dilakukan di saat China menunda seluruh produk pertanian AS yang lain.
Pada akhir Desember 2019, China memangkas tarif untuk impor daging babi AS. Relaksasi itu dilakukan beberapa hari setelah pemerintah China menggunakan cadangan darurat daging babi sebesar 40 ribu ton. Keputusan itu bisa dimaklumi mengingat laporan USDA mencatat serangan virus flu babi Afrika membuat harga daging babi China melesat. Bahkan, harganya lebih mahal jika dibandingkan daging babi AS.
Pada Oktober 2019, harga daging babi China di atas $3 per pon atau dua kali lipat dari daging bagi AS yang dikenakan tarif, pajak pertambahan nilai dan ongkos pengangkutan. Karena hal itu, USDA menilai lebarnya selisih harga menjadi peluang yang besar bagi industri peternakan babi di AS.
Dengan ditandatanganinya kesepakatan perdagangan fase I pada 15 Januari 2020 lalu, peternak babi AS tidak akan menghadapi kesulitan untuk mengekspor produknya. Ada sekitar 16% dari total produk asal AS senilai $200 miliar yang akan dibeli China dalam dua tahun ke depan adalah daging babi.
Optimisme pasar babi AS juga telah ditangkap oleh pelaku pasar. Tercatat, harga saham produsen daging babi terbesar AS Seaboard Corporation menguat hampir 2% sehari setelah kesepakatan dagang fase I diteken oleh kedua negara.