Paparan Powell Bernada Dovish, Harga Minyak Naik

0
118
Jerome Powell

JAVAFX – Harga minyak mentah berakhir naik dalam perdagangan di hari Rabu (10/07/2019) dengan menetap di level tertinggi sejak Mei. Ini merupakan kenaikan beruntun kelima kalinya dan menjadi yang terpanjang sejak Februari silam.

Harga mendapat dorongan naik dari data yang menunjukkan terjadinya penurunan dalam pasokan minyak mentah AS untuk empat minggu beruntun. Selain itu komentar bernada dovish dari Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell di depan Konggres AS juga memberikan andil dengan menekan dolar AS lebih rendah. Kedepannya, dengan adanya badai di Teluk Meksiko telah meningkatkan harapan untuk terjadinya gangguan produksi minyak dan gas alam di wilayah sehingga mendorong harga bisa naik lebih tinggi.

Harga minyak mentah AS telah level resisten krusial di $ 60 per barel, ditengah  besarnya pasokan minyak mentah. Namun dengan pernyataan Jerome Powell terkini yang menekan Dolar AS, membuka harapan akan prospek kenaikan lebih tinggi dari terjadinya penurunan suku bunga pada akhir bulan ini. Setidaknya, harga emas masih akan bertahan diatas harga ini dalam beberapa waktu kedepan.

Harapan tersebut juga diperkuat dengan potensi gangguan pasokan minyak mentah di AS sehubungan dengan adanya badai di Teluk Meksiko  Timur Laut. Topan tropis ini diperkirakan akan terbentuk pada hari Kamis, menurut Pusat Topan Nasional AS. Saat ini telah dilakukan evakuasi karena badai yang terlihat semakin intensif hingga akhir pekan. Namun demikian, dampak pada gangguan produksi cenderung “berumur pendek” karena badai “tidak diperkirakan akan meningkat menjadi badai yang merusak.”

Adanya badai ini akan mempengaruhi jalur pasokan dari kawasan tersebut. Setidaknya hampir 32% dari total produksi minyak di Teluk Meksiko dan hampir 18% dari produksi gas alam ditutup sebagai tindakan pencegahan, menurut Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan.

Harga minyak mentah WTI untuk kontrak pengiriman bulan Agustus naik $ 2,60, atau 4,5%, ke $ 60,43 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX), sebagai kenaikan kelima beruntun, dan terpanjang sejak Februari. Ini juga tercatat sebagai harga penyelesaian tertinggi untuk kontrak bulan depan sejak 22 Mei. Harga minyak mentah Brent untuk kontrak bulan September, naik $ 2,85, atau 4,4%, menjadi $ 67,01 per barel di ICE Futures Europe, London. Harga juga tercatat sebagai harga penyelesaian tertinggi sejak 29 Mei.

Lembaga Informasi Energi (EIA) AS pada hari Rabu melaporkan bahwa pasokan minyak mentah AS turun 9,5 juta barel untuk minggu yang berakhir 5 Juli. Mereka diperkirakan turun 2,1 juta barel, menurut analis di IHS Markit. American Petroleum Institute pada hari Selasa melaporkan penurunan 8,1 juta barel, menurut sumber.

Data EIA juga menunjukkan bahwa persediaan bensin juga turun 1,5 juta barel, sementara cadangan sulingan naik 3,7 juta barel minggu lalu. IHS Markit telah menunjukkan ekspektasi untuk penurunan pasokan 400.000 barel untuk bensin dan peningkatan 1,5 juta barel untuk sulingan.

Dalam laporan bulanan yang dirilis Selasa, EIA memperkirakan 2019 produksi minyak AS sebesar 12,36 juta barel per hari, naik 0,3% dari perkiraan Juni. Ini juga mengangkat prospek harga WTI 2019 sebesar 0,5% menjadi $ 59,58 per barel. Untuk minyak mentah Brent, bagaimanapun, ia mengharapkan rata-rata $ 66,51 per barel tahun ini, turun 0,3% dari perkiraan Juni.

Laporan minyak bulanan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan Badan Energi Internasional akan dirilis secara terpisah pada hari Kamis dan Jumat.

Kenaikan harga minyak dalam perdagangan di bursa berjangka juga baru-baru ini didukung oleh ketegangan antara Iran – AS yang dianggap bisa mengancam aliran minyak global. Sayangnya, adanya kekhawatiran atas perlambatan permintaan energi, telah menahan harga naik lebih tinggi.

Pedagang juga masih akan memperhatikan paparan Jerome Powell hari ini. Dalam paparan kemarin, Powell menyatakan bahwa bank sentral akan memonitor perkembangan dan “akan bertindak sesuai untuk mempertahankan ekspansi [ekonomi].” Pernyataan Powell ini dianggap pelaku pasar sebagai sinyal penurunan suku bunga yang akan datang. Hal ini ikut memberikan dorongan turun bagi Dolar AS, sehingga meningkatkan permintaan untuk komoditas berdenominasi dolar seperti minyak. (WK)