Pakar PBB: ASEAN harus meminta pertanggungjawaban junta Myanmar

0
53

Pakar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Thomas Andrews mengatakan bahwa Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) harus meminta pertanggungjawaban junta Myanmar atas pelanggaran yang dilakukan.

Dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu, Andrews, yang juga merupakan Pelapor Khusus PBB untuk urusan hak asasi manusia di Myanmar, mengatakan ASEAN juga tidak boleh melibatkan para pemimpin militer Myanmar dalam berbagai pertemuan karena junta selama ini telah mengabaikan Konsensus Lima Poin.

“Sudah saatnya untuk mempertimbangkan opsi-opsi alternatif untuk memecahkan kebuntuan yang mematikan,” katanya.

“ASEAN harus mempertimbangkan langkah-langkah untuk menuntut pertanggungjawaban junta atas pelanggaran hak asasi manusia dan pengabaian terhadap pelaksanaan Konsensus Lima Poin,” sambung dia.

Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) November tahun lalu, para pemimpin ASEAN menyerukan “peninjauan lebih lanjut” terhadap perwakilan Myanmar dalam pertemuan-pertemuan organisasi regional tersebut.

Para pemimpin ASEAN juga menyimpulkan perlunya “indikator-indikator yang dapat diukur dengan jangka waktu tertentu” terkait rencana implementasi Konsensus Lima Poin, yang telah disepakati pada April 2021.

Namun, peninjauan lebih lanjut itu hingga saat ini belum terjadi dan belum ada kemajuan dalam penerapan rencana implementasi Konsensus Lima Poin, yang di antaranya menyerukan penghentian kekerasan, akses kemanusiaan yang aman, dan dialog inklusif untuk mencapai perdamaian.

Pernyataan Andrews itu muncul ketika pemerintah Thailand pada pekan ini mengadakan pertemuan yang mengundang para Menteri Luar Negeri ASEAN dan perwakilan junta Myanmar.

Beberapa negara anggota ASEAN, termasuk Indonesia menolak hadir dalam pertemuan tersebut.

Indonesia meyakini bahwa pendekatan yang dilakukan Thailand dengan melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik politik di Myanmar telah menyalahi mandat Konsensus Lima Poin ASEAN.

Andrews mengatakan pertemuan di Thailand “dapat menimbulkan dampak yang berbahaya, yaitu melegitimasi junta dan merusak persatuan ASEAN”.