Pakar AS Puji Australia Atas Sikapnya Terhadap China

0
70

Usaha Duta Besar Australia di Washington, Arthur Sinodinos, untuk meningkatkan pamor negaranya telah memperoleh dukungan.

Beberapa analis terkemuka berargumen Canberra seharusnya lebih dihargai oleh Amerika Serikat (AS) karena perannya di garis depan dalam persaingan strategis dan ekonomi dengan China.

Australia bersedia “membela” nilai-nilainya yang sama dengan Amerika dan sekutu-sekutunya lewat “berbagai cara,” demikian kata Sinodinos ketika berlangsung forum virtual minggu lalu untuk menandai peluncuran Dewan Australia di CSIS di Washington.

“Sementara kami melihat Amerika sebagai contoh, kami tidak menyerahkan semua (hal) pada Amerika,” katanya.

“Sebagai sekutu kami siap untuk terlibat dalam ini semua dan melakukan apa yang perlu pada masa-masa ke depan yang akan menarik.” Beberapa peserta dari Amerika pada acara ini setuju dengan Sinodios dan mengatakan, negaranya seharusnya lebih dihargai.

Australia adalah negara di garis depan yang melawan agresi ekonomi dan politik China, kata Kori Schake, mantan pejabat kebijakan luar negeri dan pertahanan AS yang kini menjadi peneliti senior dan direktur dari American Enterprise Institute, sebuah lembaga kajian di Washington.

“Mereka berada di garis depan ketika berada dalam situasi di mana mereka membuat sejumlah keputusan sulit, meskipun harus melakukannya sendirian,” kata Schake, Ia menambahkan bahwa Australia adalah negeri pertama yang mengidentifikasi bahaya jika membiarkan Huawei, raksasa teknologi yang didukung pemerintah China, menjadi komponen penting dalam jaringan komunikasi di dalam masyarakat bebas.

Pada April 2020, PerdanaMenteri Australia Scott Morrison menyerukan penyelidikan internasional independen soal asal usul dari virus corona, sebuah seruan yang diulangnya beberapa bulan kemudian ketika berpidato di depan Sidang Umum PBB.

China menginterpretasikan pernyataan tersebut sebagai serangan dan meluncurkan serangkaian langkah hukuman terhadap Australia, yang disertai dengan “serangkaian gelombang” serangan siber, demikian menurut Bloomberg.