OJK: Meski turun, performa IHSG cukup bagus saat ketidakpastian global

0
83

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, meski pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2022 lebih rendah dibandingkan tahun lalu, namun performanya cukup bagus di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 28 Desember 2022, IHSG berada di posisi 6.850,52atau secara year to date (ytd) tumbuh sebesar 4,09 persen.

“Tentunya memang ini dibandingkan tahun sebelumnya ini ada penurunan.

Tapi dengan adanya ketidakpastian perekonomian global, untuk pencapaian year to date 2022 4,09 persen ini memang sudah cukup bagus terutama dibandingkan di ASEAN.

Kita di atas Malaysia, Filipina, dan lain-lain,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi saat jumpa pers di Jakarta, Kamis.

Kinerja IHSG tersebut merupakan yang tertinggi kedua setelah Singapura jika dibandingkan dengan seluruh kinerja bursa ASEAN, setelah sebelumnya IHSG juga pernah berada di tingkat pertama di kawasan ASEAN dan regional, serta peringkat ke-3 di dunia pada November lalu.

“Jadi kita ini di ASEAN kita mungkin slightly (agak) lebih rendah dari Singapura.

Selama setahun ini adakalanya kita di atas Singapura, dan sekarang di bawah Singapura,” ujar Inarno.

Sepanjang 2022, pertumbuhan IHSG juga pernah menembus rekor tertinggi sepanjang sejarah yakni di level 7.318,01, tepatnya pada 13 September 2022 lalu.

Sementara itu, nilai kapitalisasi pasar mencapai Rp9.509 triliun atau secara year to date tumbuh sebesar 15,18 persen.

Pada tahun ini, tepatnya pada 27 Desember 2022, kapitalisasi pasar di BEI juga mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah yaitu sebesar Rp9.600 triliun.

Inarno menilai, minat perusahaan untuk menggalang dana di pasar modal masih cukup baik pada 2023 mendatang meski di tengah ancaman resesi.

“Melihat perkembangan di 2022, saya optimis pada 2023 akan cukup baik.

Apalagi di pipeline kita masih banyak yang ingin untuk go public, terutama dalam waktu ke depan ada emisi besar yang sudah masuk dalam pipeline kita,” kata Inarno.

Sementara itu, terkait bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan masih akan tetap melakukan pengetatan moneter pada tahun depan, Inarno menilai hal tersebut tentunya akan menjadi tantangan bagi pasar modal domestik.

“Suku bunga adalah challenge tersendiri.

Di AS sendiri juga tidak dalam waktu dekat untuk menurunkan karena target inflasi masih diharapkan 2 persen.

Apakah itu akan tetap hawkish di AS? Tapi kira-kira mungkin 2023 tidak akan banyak perubahan dari 2022,” ujar Inarno.