Harga minyak mundur dari tertinggi tiga bulan di perdagangan Asia pada Rabu sore, karena data industri menunjukkan peningkatan persediaan minyak mentah AS dan investor tetap berhati-hati menjelang perkiraan kenaikan suku bunga Federal Reserve di kemudian hari.
Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 38 sen atau 0,45 persen, menjadi diperdagangkan di 83,26 dolar AS per barel pada pukul 06.23 GMT.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS diperdagangkan pada 79,22 dolar AS per barel, turun 41 sen atau 0,51 persen.
Stok minyak mentah AS naik sekitar 1,32 juta barel dalam pekan yang berakhir 21 Juli, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute (API) pada Selasa (25/7/2023).
Para analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan penarikan 2,3 juta barel.
Data pemerintah AS tentang persediaan minyak akan dirilis pada Rabu waktu setempat.
“Pasar akan terus berada dalam tarik menarik antara pengetatan pasokan global dan kekhawatiran melambatnya permintaan akibat perlambatan ekonomi global,” kata Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, unit Nissan Securities, menambahkan bahwa investor juga telah menyesuaikan posisi mereka menjelang keputusan suku bunga Fed.
“Sementara pasar sebagian besar memperkirakan Fed menaikkan suku bunga hari ini, setiap sinyal bahwa mereka masih harus berbuat lebih banyak setelah ini kemungkinan akan memberi tekanan pada aset-aset berisiko,” kata kepala strategi komoditas ING, Warren Patterson, dikutip dari Reuters.
Pertemuan kebijakan The Fed dimulai pada Selasa (25/7/2023), dengan sebagian besar pelaku pasar mengharapkan bank sentral untuk memberikan kenaikan suku bunga 25 basis poin ketika selesai.
Namun, dengan meredanya tekanan harga, para pedagang pasar uang terbagi atas kemungkinan kenaikan lain di akhir tahun.
Dolar AS berada dalam tren naik bertahap, rebound dari level terendah 15 bulan minggu lalu dan membuatnya lebih mahal bagi pembeli untuk membeli komoditas seperti minyak.
Pada Selasa (25/7/2023), Brent dan WTI mencapai level tertinggi sejak 19 April di tengah kekhawatiran tentang pasokan karena penurunan produksi oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, serta janji otoritas China untuk menopang ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Namun, kekhawatiran tentang bagaimana China, konsumen minyak nomor dua di dunia, akan benar-benar meningkatkan dukungan kebijakan, tetap membatasi kenaikan harga.
“Kita masih perlu menunggu kebijakan yang sebenarnya – risikonya adalah kebijakan ini tidak sesuai harapan,” kata Patterson dari ING.
Investor juga menunggu untuk melihat apakah produsen utama Arab Saudi akan menggulirkan pengurangan produksi sukarela hingga September.
“Mereka perlu mengatur ekspektasi dan berhati-hati tentang bagaimana mereka melepaskan pemotongan ini …,” tambah Patterson.
Ekspor minyak Saudi turun hampir 40 persen pada Mei dari periode yang sama tahun lalu, menurut data pemerintah terbaru yang dirilis pada Selasa (25/7/2023).
