Harga minyak melemah pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), karena investor mengambil untung menyusul kenaikan sebelumnya di tengah pasokan minyak mentah AS yang lebih ketat dan janji China untuk menghidupkan kembali pertumbuhan ekonominya.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September tergelincir 17 sen menjadi ditutup pada 79,46 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Sementara, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus jatuh 40 sen menjadi menetap di 75,35 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga minyak memangkas kenaikan di akhir sesi setelah kedua kontrak naik lebih dari satu dolar AS per barel.
Pelaku pasar mengambil keuntungan dari harga yang lebih tinggi, kata Phil Flynn, seorang analis di Price Futures Group.
Kekuatan dalam indeks dolar AS juga membebani harga.
Greenback yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi investor yang memegang mata uang lain.
Membatasi kerugian, persediaan minyak mentah AS turun 708.000 barel pada minggu lalu menjadi 457,4 juta barel, dibandingkan dengan ekspektasi para analis dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 2,4 juta barel, data Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan pada Rabu (19/7/2023).
Data menunjukkan persediaan di Cadangan Minyak Strategis (SPR) naik untuk pertama kalinya sejak Januari 2021, karena AS mencoba untuk mengisi kembali cadangannya menyusul rekor penurunan tahun lalu.
“Ini adalah akhir dari sebuah era,” kata Flynn, dikutip dari Reuters.
“Kami diingatkan bahwa rilis SPR telah berakhir, dan pasar akan berada pada pijakan yang jauh lebih kokoh.” Dalam langkah yang dapat meningkatkan permintaan minyak, perencana ekonomi utama China berjanji pada Selasa (18/7/2023) akan meluncurkan kebijakan untuk “memulihkan dan memperluas” konsumsi di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Data AS pada Selasa (18/7/2023) menunjukkan penjualan ritel naik kurang dari yang diharapkan pada Juni mendorong pandangan bahwa Federal Reserve akan berhenti menaikkan suku bunga.
Suku bunga yang lebih tinggi meningkatkan biaya pinjaman dan dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi serta mengurangi permintaan minyak.
Tanda positif lainnya, anggota dewan gubernur Bank Sentral Eropa Klaas Knot pada Selasa (18/7/2023) menyatakan bahwa kenaikan suku bunga di luar pertemuan ECB minggu depan “sama sekali bukan kepastian.” “Pedagang mulai menjadi jauh lebih optimis karena inflasi mereda.
…
Setiap perbaikan data inflasi juga berarti peningkatan permintaan minyak,” kata Naeem Aslam dari Zaye Capital Markets.
Rusia akan mengurangi ekspor minyaknya sebesar 2,1 juta metrik ton pada kuartal ketiga, sejalan dengan rencana pemotongan ekspor sukarela sebesar 500.000 barel per hari pada Agustus, menurut kementerian energi negara itu.