Minyak turun di awal Asia, tetapi Brent tetap di atas 90 dolar AS

0
71
Industrial storage tanks in the Refinery

Harga minyak turun di awal perdagangan Asia pada Senin, karena kekhawatiran ekonomi di China membebani prospek permintaan bahan bakar, tetapi Brent tetap berada di atas 90 dolar AS per barel, didukung oleh pengetatan pasokan setelah Arab Saudi dan Rusia memperpanjang pengurangan pasokan.

Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 49 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan di 90,16 dolar AS per barel pada pukul 00.22 GMT.

Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate AS berada di 86,77 dolar AS per barel, melemah 74 sen atau 0,9 persen.

“Kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi China membebani sentimen seluruh komoditas,” kata analis ANZ dalam sebuah catatan.

“Pergerakan ini diperburuk oleh menguatnya dolar AS, sehingga membuat minat investor tetap rendah,” mereka menambahkan, mengacu pada greenback yang telah menguat selama delapan minggu berturut-turut.

Kedua kontrak acuan harga minyak naik dalam dua minggu berturut-turut dengan Brent menetap di level tertinggi sejak November pada Jumat (8/9/2023), setelah Arab Saudi dan Rusia mengumumkan pekan lalu bahwa mereka akan memperpanjang pengurangan pasokan sukarela sebesar 1,3 juta barel per hari hingga akhir tahun.

Badan Energi Internasional (IEA) dan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) akan merilis laporan bulanan mereka minggu ini.

“Setiap tanda kuatnya permintaan dari laporan pasar minyak dari IEA dan OPEC kemungkinan akan mendorong harga minyak lebih tinggi,” kata analis ANZ, dikutip dari Reuters.

Di Amerika Serikat, para produsen menambahkan satu rig minyak pada minggu lalu untuk pertama kalinya sejak Juni, kata Baker Hughes dalam laporan mingguannya, namun jumlah totalnya masih turun 127 rig, atau 17 perssen lebih rendah dibandingkan tahun lalu.

WTI kemungkinan sedang dalam proses menetapkan kisaran baru yang lebih tinggi di atas 83 dolar AS dan di bawah resistensi di 93,50 dolar AS dalam beberapa minggu ke depan, dengan kekhawatiran seputar permintaan di China dan Eropa membatasi kenaikan lebih lanjut, kata analis IG, Tony Sycamore dalam sebuah catatan.