Minyak turun di awal Asia jelang rilis data ekonomi utama China

0
80
Engineering climb up to oil and gas process plant to observer gas dehydration processing in night shift

Harga minyak turun di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, menjelang rilis serangkaian data ekonomi dari China yang akan memberikan petunjuk tentang prospek pemulihan permintaan di importir minyak utama dunia itu.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 11 sen atau 0,13 persen, menjadi diperdagangkan di 82,40 dolar AS per barel.

Minyak mentah berjangka Brent kehilangan 8 sen untuk diperdagangkan pada 86,13 dolar AS per barel pada pukul 00.15 GMT.

China akan merilis data produksi industri, investasi, penjualan ritel dan angka pengangguran untuk Juli pada Selasa, setelah indikator lain menunjukkan ekonomi nomor dua dunia itu tergelincir ke dalam deflasi dan perdagangannya merosot.

Sebagai tanda terbaru dari krisis uang tunai yang menyesakkan di sektor properti China, pengembang real estat swasta terbesar Country Garden berusaha untuk menunda pembayaran obligasi swasta dalam negeri untuk pertama kalinya.

Dalam indikator mengkhawatirkan lainnya, Bank Sentral China (PBoC) pada Jumat (11/8/2023) mengatakan pinjaman bank baru jatuh pada Juli dan pengukur kredit utama lainnya juga melemah.

“Kenaikan harga-harga tahun ini kemungkinan akan dibatasi, terutama karena pemulihan ekonomi China terus berlanjut dan produksi OPEC yang ditutup dibuka lagi.

Pasar minyak mungkin mencapai keseimbangan baru, dengan harga mendekati batas atas mereka,” Eurasia Group mengatakan dalam sebuah catatan.

Meskipun tanda-tanda baru pemulihan ekonomi kehilangan momentum, bank sentral China diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pinjaman kebijakan jangka menengah tidak berubah pada Selasa, menurut survei Reuters.

PBoC terakhir menurunkan suku bunga sebesar 10 basis poin menjadi 2,65 persen pada Juni.

Kinerja ekonomi yang lemah di China mengimbangi pasokan minyak global yang ketat ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, memangkas produksi untuk mengangkat harga.