Harga minyak terpuruk lagi menjadi 67,52 dolar AS per barel pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), setelah gangguan pasokan di Arab Saudi mereda, mengganjal dukungan positif dari jeda reli dolar dan prospek pasokan yang lebih ketat karena pembatasan produksi OPEC+.
Minyak mentah berjangka jenis Brent untuk pengiriman Mei terkikis 72 sen atau 1,06 persen, menjadi ditutup pada 67,52 dolar AS per barel.
Kontrak tersebut mundur setelah diperdagangkan hingga setinggi 69,33 dolar AS.
Brent mencapai 71,38 dolar AS per barel pada Senin (8/3/2021), tertinggi sejak 8 Januari 2020.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berkurang 1,04 dolar AS atau 1,6 persen, menjadi menetap di 64,01 dolar AS per barel.
Kontrak WTI mencapai 67,98 dolar AS per barel pada Senin (8/3/2021), level tertinggi sejak Oktober 2018.
Pada Senin, minyak mentah mencapai level tertinggi sejak dimulainya pandemi virus corona, sehari setelah pasukan Houthi Yaman menembakkan beberapa drone dan rudal ke situs-situs minyak Saudi.
Arab Saudi mengatakan pihaknya menggagalkan serangan tersebut, dan harga merosot karena kekhawatiran pasokan mereda.
“Ada ekspektasi bahwa kami akan melihat peningkatan lagi dalam pasokan minyak mentah AS ketika kilang-kilang tetap ditutup,” kata Phil Flynn, analis senior di grup perusahaan Price Futures.
Rekor penurunan persediaan AS minggu lalu terjadi setelah penutupan kilang-kilang Gulf Coast akibat badai musim dingin baru-baru ini di Texas.
“Pasar tampaknya melemah karena kekhawatiran-kekhawatiran itu.
Pasar telah berlari luar biasa, dan karena itu terjadi koreksi,” kata Flynn.
Putaran terakhir dari laporan persediaan AS menunjukkan stok minyak mentah turun.
Yang pertama, dari American Petroleum Institute (API), akan keluar pukul 16.30 waktu setempat (21.30 GMT).
Badan Informasi Energi AS (EIA) mengatakan pihaknya sekarang memperkirakan produksi minyak mentah AS turun 160.000 barel per hari (bph) pada 2021 menjadi 11,15 juta barel per hari, penurunan yang lebih kecil dari perkiraan sebelumnya untuk penurunan 290.000 barel per hari.
Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) ditambah Rusia dan sekutunya, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, pada Kamis (4/3/2021) memutuskan untuk secara luas tetap berpegang pada pemotongan produksi, sehingga memicu reli.
“Kehati-hatian disarankan karena harga tentu saja tidak akan naik selamanya,” kata Bjornar Tonhaugen dari Rystad Energy.
“Arah harga yang lebih pasti diharapkan segera, ketika laporan persediaan minyak mingguan AS dirilis.” “Penurunan akhir-akhir ini dipandang sebagai peluang membeli,” kata Tamas Varga dari broker PVM.
“Pertemuan OPEC+ minggu lalu akan memastikan bahwa keseimbangan minyak global akan semakin ketat di masa mendatang.” “Kami menganggap euforia pasar minyak sebagai prematur,” kata Eugen Weinberg, analis energi di Commerzbank Research, dalam sebuah catatan pada Selasa (9/3/2021).
“Kami memperkirakan pertumbuhan permintaan akan melambat, terutama mengingat harga yang sangat tinggi,” katanya, menambahkan perkiraan kenaikan tajam produksi non-OPEC adalah risiko lain.
Dolar AS yang lebih kuat, yang cenderung membatasi permintaan investor untuk komoditas-komoditas, telah membebani minyak, kata para analis.
Dolar melemah dari level tertinggi 3,5 bulan yang dicapai sebelumnya.
Harga mendapat dukungan dari ekspektasi pemulihan ekonomi AS setelah Senat AS menyetujui paket stimulus 1,9 triliun dolar AS.
Dewan Perwakilan Rakyat AS harus menyetujuinya sebelum diserahkan kepada Presiden Joe Biden untuk ditandatangani.