Minyak tergelincir setelah Libya lanjutkan produksi, fokus data China

0
66
Oil production into the sea from above.

Harga minyak merosot untuk sesi kedua di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, setelah Libya melanjutkan produksi selama akhir pekan, sementara China, importir minyak mentah terbesar dunia, diperkirakan akan merilis data ekonomi yang menunjukkan bahwa pemulihan pasca-pandemi gagal.

Minyak mentah berjangka Brent tergelincir 57 sen atau 0,7 persen menjadi diperdagangkan di 79,30 dolar AS per barel pada pukul 00.55 GMT.

Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS berada di 74,90 dolar AS per barel, terpangkas 52 sen atau 0,7 persen.

Harga minyak melemah setelah kedua harga acuan minggu lalu membukukan kenaikan minggu ketiga berturut-turut dan menyentuh level tertinggi sejak April ketika produksi ditutup di ladang minyak di Libya dan Shell menghentikan ekspor minyak mentah Nigeria, pengetatan pasokan.

Dua dari tiga ladang minyak Libya ditutup pada Kamis (13/7/2023), ladang minyak Sharara dan El Feel dengan total kapasitas produksi 370.000 barel per hari (bph), dilanjutkan pada Sabtu (15/7/2023) malam, kata empat insinyur perminyakan dan kementerian perminyakan.

Ladang minyak 108 tetap tertutup.

Produksi dihentikan sebagai protes terhadap penculikan mantan menteri keuangan.

Di Rusia, ekspor minyak dari pelabuhan barat akan turun sekitar 100.000-200.000 barel per hari bulan depan dari level Juli, tanda Moskow menepati janjinya untuk pengurangan pasokan baru bersama dengan pemimpin OPEC Arab Saudi, kata dua sumber pada Jumat , mengutip rencana ekspor.

Di sisi ekonomi, data sentimen konsumen yang lebih kuat dari perkiraan di AS pada Jumat (14/7/2023) mengurangi ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mengakhiri siklus kenaikan suku bunga pada pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) minggu depan, kata analis IG Tony Sycamore.

Ada juga beberapa kegugupan di antara para pedagang menjelang minggu besar berikutnya untuk data ekonomi dari China, Inggris dan Jepang, tambahnya.

“Ketiga data ini akan berperan dalam menentukan apa langkah selanjutnya untuk tiga bank sentral utama PBoC (China), BoE (Inggris) dan BoJ (Jepang) serta selanjutnya apakah permintaan minyak akan menerima dukungan,” kata Sycamore.