Harga minyak sedikit menguat di awal perdagangan Asia pada Selasa pagi, karena kekhawatiran pasokan mengimbangi kekhawatiran resesi dan komitmen China terhadap kebijakan nol-COVID-nya.
Minyak mentah berjangka Brent naik tujuh sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 97,99 dolar AS per barel pada pukul 01.55 GMT.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS juga naik tujuh sen atau 0,1 persen, menjadi diperdagangkan di 91,86 dolar AS per barel.
Kedua harga acuan minyak mencapai level tertinggi sejak Agustus pada Senin (7/11) di tengah laporan bahwa para pemimpin di China, importir minyak mentah utama dunia, sedang mempertimbangkan untuk keluar dari pembatasan ketat COVID-19 di negara itu.
Namun, pejabat kesehatan China selama akhir pekan menegaskan kembali komitmen China terhadap kebijakan ketat nol-COVID.
Juga, data terakhir menunjukkan ekspor dan impor negara itu secara tak terduga mengalami kontraksi pada Oktober.
Fundamental jangka pendek untuk minyak tetap bullish, dengan fokus kembali ke masalah pasokan, kata analis ANZ Research.
“Pasar menghadapi tenggat waktu untuk impor minyak Rusia dari Eropa sebelum sanksi dimulai,” tambah ANZ.
Larangan Uni Eropa terhadap minyak Rusia, yang diberlakukan sebagai pembalasan atas invasi Rusia ke Ukraina, akan dimulai pada 5 Desember dan akan diikuti dengan penghentian impor produk minyak pada Februari.
Pelaku pasar akan mengamati data indeks harga konsumen (IHK) AS minggu ini untuk isyarat perdagangan “di mana inflasi yang tetap kuat dapat memperkuat sikap hawkish Fed dan mengintensifkan ketakutan resesi”, membebani minyak, kata analis CMC Markets Tina Teng.
Stok minyak mentah AS diperkirakan telah meningkat sekitar 1,1 juta barel pekan lalu, jajak pendapat awal Reuters menunjukkan pada Senin (7/11).
Jajak pendapat itu dilakukan menjelang laporan dari American Petroleum Institute (API) yang akan dirilis pada Selasa pukul 16.30 waktu setempat (21.30 GMT) dan Badan Informasi Energi AS dijadwalkan pada Rabu pukul 10.30 waktu setempat (15.30 GMT).