Militer AS pada Rabu mengatakan melarang terbang armada pesawat V-22 Osprey setelah kecelakaan pekan lalu di lepas pantai Jepang yang menewaskan delapan orang penumpang.
Tokyo melarang terbang armada kecil pesawat dengan rotor miring itu sehari setelah kecelakaan fatal itu terjadi, yang memicu kontroversi mengenai pemakaiannya.
Pengamat di Jepang telah mengatakan pesawat Osprey buatan Boeing dan Bell Helicopter itu rentan mengalami kecelakaan, meski pemerintah AS dan Jepang menyangkal tuduhan itu.
“Informasi dari penyelidikan awal mengindikasikan potensi kerusakan material menyebabkan kemalangan itu, namun penyebab utama kegagalan itu belum diketahui saat ini,” kata Komando Operasi Khusus Angkatan Udara AS (AFSOC) dalam sebuah pernyataan.
Kecelakaan terakhir terjadi dalam misi latihan rutin pada 29 November di Pulau Yakushima, sekitar 1.040 kilometer barat daya ibukota Tokyo.
Setidaknya 400 pesawat Osprey yang multifungsi itu telah dikirim dan sebagian besar digunakan oleh angkatan udara, marinir dan angkatan laut AS di Jepang dan di tempat lain, menurut Boeing.
Kapal induk AS yang bertugas di Jepang, USS Carl Vinson, mengandalkan pesawat ini untuk mengantar persediaan dan mengangkut penumpang.
“Jika larangan terbang Osprey berlangsung hingga sepekan atau lebih, ketidaknyamanan akan berkembang.
Dan tanpa Osprey, latihan akan terganggu dan ini akan mengganggu kesiapan pasukan,” kata Grant Newsham, pensiunan kolonel Korp Marinir AS dan periset di Forum Jepang untuk Kajian Strategis.
Segera setelah kecelakaan, Jepang, satu-satunya negara selain AS yang menggunakan pesawat itu, memberlakukan larangan terbang bagi 14 Osprey miliknya dan meminta AS untuk menangguhkan penerbangan V-22 di negara itu.
AS sebelumnya menghentikan penerbangan dari unit pesawat malang itu namun mengatakan Osprey dari unit lain akan tetap terbang setelah pemeriksaan keselamatan.
Bukan hal luar biasa bagi militer AS untuk melarang terbang seluruh armada setelah kecelakaan fatal.
Seorang juru bicara bagi kementerian pertahanan Jepang mengatakan pada Kamis bahwa pesawat mereka tetap akan dilarang terbang.
“Memastikan keamanan penerbangan adalah prioritas tertinggi dalam pengoperasian pesawat,” kata Sekretaris Kabinet Jepang, Hirokazu Matsuno, pada Kamis.
“Kami akan terus meminta untuk berbagi informasi dengan AS untuk memastikan keamanan penerbangan”.
Penggunaan pesawat itu di Jepang telah ditentang, terutama oleh penduduk Pulau Okinawa di kawasan barat daya di mana militer AS hadir di area itu sejak kekalahan Jepang di Perang Dunia II.
Kecelakaan Osprey di lokasi itu pada 2016 juga memicu AS untuk melarang terbang armada pesawat mereka di Jepang.
Menurut Yayasan Keamanan Penerbangan, setidaknya 50 personel tewas dalam kecelakaan pengoperasian atau pengecekan pesawat.
Lebih dari 20 kematian terjadi setelah V-22 memulai tugasnya di 2007.
Pada Agustus, tiga marinir AS tewas dalam kecelakaan Osprey lepas pantai Australia utara ketika mengantarkan pasukan dalam latihan militer rutin.
Pada 2022, empat personel AS tewas ketika pesawat Osprey jatuh di kawasan terpencil di utara Norwegia dalam latihan militer NATO.