Meski Naik, Harga Minyak Gagal Menutup Kerugian Sebelumnya

0
89
An oil rig situated in a calm blue ocean exploring for oil and gas. The oil rig is flaring from the side and this is reflected in the ocean. Fluffy white clouds are scattered in a blue sky.

JAVAFX – Harga minyak berjangka dalam perdagangan di hari Kamis (13/06/2019) berakhir menguat, dipicu oleh serangan terhadap dua kapal tanker minyak di dekat Selat Hormuz. Serangan ini menimbulkan kekhawatiran adanya potensi gangguan pada aliran minyak global. Sayangnya, kenaikan ini gagal untuk menutup kerugian yang diderita dalam perdagangan sebelumnya.

Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman bulan Juli naik $ 1,14, atau 2,2%, berakhir pada $ 52,28 per barel setelah menyentuh level tinggi dalam perdagangan hari itu di $ 53,45. Keuntungan ini kontras dengan penurunan sebesar 4% yang membuat minyak mentah WTI harus turun harganya menjadi $ 51,14 pada hari Rabu. Ini merupakan harga terendah untuk kontrak bulan depan sejak 14 Januari. Sementara harga minyak mentah Brent untuk kontrak pengiriman bulan Agustus, naik $ 1,34, atau 2,2%, ke $ 61,3, turun sedikit dari harga tertinggi $ 62,64 per barel, yang dicapai sebelumnya ketika laporan tentang serangan tanker muncul. Dalam perdagangan sebelumnya, Brent jatuh 3,7% ke harga $ 59,97 per barel, menjadi harga termurah sejak 28 Januari untuk kontrak bulan ini.

Pasar minyak mentah mengalami kekhawatiran yang meluas. Pun demikian, peristiwa di Timur Tengah tersebut masih menimbulkan pertanyaan lebih lanjut, apakah akan benar menggangu pasokan utama atau tidak. Jalan pendek memang menimbulkan ketakutan dipasar, namun demikian melihat pasokan minyak dewasa ini yang berlimpah, diyakini bahwa dampak peristiwa ini tidak akan besar. Premi tambahan atas risiko ini cenderung mereda dengan cepat.

Pasar akan kembali pulih, meski harga minyak dalam proses pemulihannya akan bergantung pada seberapa signifikan kerugian ekspor yang terjadi dan apakah ada ketegangan lebih lanjut seperti aksi militer dari negara lain.

Pesimisme akan kenaikan harga minyak secara tajam berpijak pada perdagangan sebelumnya. Harga minyak mentah dalam perdagangan di hari Rabu mengalami penurunan taja, setelah laporan yang menunjukkan persediaan minyak mentah AS naik untuk minggu kedua berturut-turut. Ini justru memperkuat dugaan pasar bahwa permintaan energi akan terpukul dengan meningkatnya ketegangan perdagangan AS-China.

Ketegangan geopolitik memang mengejutkan harga minyak dengan cara lain pada perdagangan di hari Kamis. Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, menuduh Iran mengatur serangkaian serangan terhadap kapal tanker dalam upaya untuk mendapatkan kemudahan dari sanksi AS. Dua kapal rusak dalam serangan Kamis, yang menggarisbawahi kekhawatiran gangguan di Selat Hormuz, jalur air sempit yang dipandang sebagai titik tersedak transportasi minyak mentah paling sensitif di dunia.

Menyadari hal itu, dapat dipahami bahwa ketegangan geopolitik di kawasan ini memang memburuk. Wajar bila kemudian muncul kekhawatiran atas pasokan dalam jangka pendek, dll.  Namun perlu diingat bahwa kini OPEC masih membatasi produksinya dan produksi AS juga telah mencapai rekor tertinggi. Dengan kata lain, kondisi pasar saat ini jauh lebih rentan terhadap guncangan. Tekanan turun lebih dominan.

Disisi lain, Analis di Commerzbank mengatakan kenaikan tajam yang terjadi mungkin juga sebagai tanggapan terhadap kemerosotan pada perdagangan di hari Rabu, yang menurut mereka tidak wajar. Mengingat bahwa stok minyak mentah AS terus meningkat, bertentangan dengan ekspektasi, mereka melakukannya ke tingkat yang lebih rendah daripada yang dilaporkan API malam sebelumnya. Terlebih lagi, kilang memproses lebih banyak minyak mentah dan persediaan bensin jauh lebih kecil daripada minggu-minggu sebelumnya”, kata para analis.

Namun, ancaman terhadap kawasan ini memang layak ditanggapi dengan serius karena merupakan rute pengiriman vital untuk produksi minyak di sekitar Teluk Persia. Wilayah tersebut telah menjadi tempat serangan lainnya. Pada 14 Mei, pemberontak Houthi Yaman, yang memerangi Arab Saudi, mengaku bertanggung jawab atas serangan drone bersenjata yang menghentikan pemompaan di saluran pipa minyak utama Saudi. Sehari sebelum insiden itu, Saudi mengatakan dua tanker mereka telah rusak dalam serangan sabotase. AS telah menyalahkan Iran atas serangan itu.

Serangan terhadap kedua tanker itu terjadi ketika Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe sedang dalam misi untuk meredakan ketegangan antara AS dan Iran. Anas Alhajji, seorang pakar energi independen, menyarankan bahwa ini “menunjukkan bahwa unsur-unsur jahat dalam rezim Iran ingin menggagalkan upaya negosiasi.”

Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia tahun ini menjadi 1,14 juta barel per hari, dari perkiraan Mei 1,21 juta barel. Dalam laporan bulanannya, OPEC mengatakan revisi tersebut sebagian besar mencerminkan data permintaan yang lamban dari negara-negara maju yang membentuk OECD, Organisasi untuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan.

Badan Energi Internasional akan merilis laporan minyak bulanannya sendiri pada hari Jumat. Laporan itu akan mencakup perkiraan untuk tahun 2020.

Pasar juga sedang menunggu keputusan oleh OPEC dan sekutunya tentang apakah akan memperpanjang kesepakatan pengurangan produksi mereka melewati akhir bulan ini, ketika itu berakhir. (WK)