Menlu Iran: Pencabutan Sanksi AS Adalah Kewajiban Hukum dan Moral

0
79

Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, Senin (24/5) mengatakan, pencabutan sanksi-sanksi AS yang diberlakukan di bawah pemerintah mantan presiden Donald Trump adalah “kewajiban hukum dan moral,” bukan sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat negosiasi dalam perundingan, sewaktu kedua pihak mempertimbangkan untuk kembali ke kesepakatan terkait program nuklir Iran.

“Tidak berhasil untuk Trump, tidak akan berhasil untuk Anda,” cuit Zarif.

Pernyataannya dilontarkan sehari setelah Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan tidak jelas apakah Iran akan mematuhi pembatasan terkait program nuklirnya agar sanksi-sanksi ekonomi AS dapat dicabut.

“Iran, menurut saya, tahu apa yang diperlukannya untuk kembali ke kepatuhan dalam hal nuklir, dan yang belum kami lihat adalah apakah Iran siap dan bersedia membuat keputusan melakukan apa yang harus dilakukannya,” kata Blinken dalam acara “This Week” di stasiun televisi ABC.

“Itu ujiannya dan kami belum mendapatkan jawaban.” Iran melakukan pembicaraan tidak langsung dengan AS melalui para diplomat dari negara-negara lain dalam membentuk kembali kesepakatan nuklir internasional 2015 untuk mengekang ambisi nuklir Teheran.

Iran telah menyatakan bahwa program nuklirnya adalah untuk tujuan damai.

Pemerintahan Trump menarik keluar AS dari perjanjian itu pada tahun 2018, dan memberlakukan sanksi-sanksi baru terhadap sektor perminyakan, perbankan dan pelayaran Iran.

Tetapi Presiden AS Joe Biden ingin bergabung kembali dengan perjanjian yang juga melibatkan Inggris, Perancis, Jerman, Rusia dan China.

Dalam wawancara terpisah, Blinken mengatakan kepada CNN bahwa AS dan Iran telah “benar-benar membuat kemajuan” dalam pembicaraan di Wina dan perundingan putaran kelima dijadwalkan berlangsung beberapa hari mendatang.

Presiden Iran Hassan Rouhani pekan lalu mengatakan bahwa AS siap mencabut sanksi-sanksi perdagangan, meskipun seorang pejabat Iran kemudian mengeluarkan pernyataan yang bertentangan.

Para diplomat Eropa mengatakan isu-isu sulit masih belum terpecahkan dalam perundingan.