Selagi Amerika menarik pasukannya dari Afghanistan, sejumlah pejabat senior negara-negara anggota koalisi global melawan ISIS melangsungkan pertemuan untuk membahas langkah komprehensif mengalahkan kelompok teror itu.
Pertemuan ini hanya berselang satu hari setelah Amerika melancarkan serangan udara terhadap milisi yang didukung Iran di dekat perbatasan Irak dan Suriah.
Negara-negara anggota koaisi global melawan kelompok teror ISIS hari Senin (28/6) melangsungkan pertemuan di Roma untuk merencanakan langkah-langkah ke depan melawan kelompok ekstremis itu.
Menteri Luar Negeri Amerika Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio memimpin pertemuan para pejabat senior dari koalisi yang baru berusia tujuh tahun itu.
Koalisi ini beranggotakan 77 negara dan lima organisasi internasional.
Anggota-anggota koalisi itu sedang mempertimbangkan upaya mereka saat ini guna memastikan kekalahan total ISIS, yang sisa-sisanya masih menimbulkan ancaman di Irak dan Suriah, dan mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan lagi di sebagian negara Afrika.
Menlu Italia Di Maio mengatakan upaya itu akan membutukan “berbagai intervensi,” termasuk langkah terkoordinasi untuk mengakhiri propaganda ISIS dan pemulangan warga dari berbagai belahan dunia yang datang untuk bergabung dengan ISIS.
“Secara kewilayahan, ISIS sudah berhasil dikalahkan pada Maret 2019.
Tetapi meskipun sudah kalah, ISIS masih menimbulkan ancaman di Irak-Suriah dan di wilayah-wilayah baru.
Sessi pertama pertemuan ini dikhususkan untuk membahas perkembangan kegiatan koalisi di daerah-daerah itu dari sisi militer, dan stabilisasi daerah-daerah yang sudah dibebaskan dari ISIS, serta bagaimana mengatasi sumber pendanaan dan inisiatif ISIS di Afrika.
Dengan cara ini kita ingin meningkatkan sinergi diantara instrumen sipil dan militer, menyadari bahwa untuk mengalahkan ISIS dibutuhkan beragam intervensi – termasuk komunikasi strategis, upaya mengatasi propaganda teroris, dan kerjasama repatriasi pejuang teroris asing,” ungkap Di Maio.
Pertemuan ini berlangsung sehari setelah Amerika melancarkan serangan udara terhadap milisi yang didukung Iran di dekat perbatasan Irak dan Suriah.
Tiga fasilitas penyimpanan senjata dan operasi – dua di Suriah dan satu lainnya di Irak – menjadi target serangan itu.
Lebih jauh Menteri Luar Negeri Anthony Blinken mengatakan, “Sehubungan dengan serangan tadi malam, atas arahan presiden, militer Amerika melakukan serangan udara terhadap fasilitas yang digunakan oleh kelompok milisi yang didukung Iran di wilayah perbatasan Irak-Suriah.
Mereka menarget fasilitas yang digunakan kelompok yang bertanggungjawab terhadap serangan baru-baru ini atas kepentingan Amerika di Irak, khususnya fasilitas penyimpanan senjata operasional yang ditarget di dua lokasi di Suriah, satu lainnya di Irak.
Keduanya sangat dekat dengan perbatasan kedua negara.
Beberapa kelompok milisi yang didukung Iran itu mencakup Kataib Hizbullah dan Kataib Sayyid Al Shuhada yang menggunakan fasilitas ini.
Sikap kami sangat jelas.
Sikap presiden sangat jelas, bahwa kami akan mengambil tindakan tindakan untuk melindungi personil Amerika.
Mengingat serangan berkelanjutan oleh kelompok-kelompok yang didukung Iran dan menarget kepentingan kami di Irak, maka presiden mengarahkan tindakan militer lebih lanjut.
Sebelumnya kami telah mengambil tindakan serupa untuk mencegah mereka melakukan serangan terhadap kami.” Dalam pertemuan di Roma itu Blinken juga mengumumkan kontribusi bernilai 436 juta dolar yang diberikan Amerika untuk membantu mengatasi krisis pengungsi di Suriah dan negara-negara sekitarnya.
“Siang ini kami juga ikut mensponsori pertemuan kedua untuk mengatasi krisis kemanusiaan genting di Suriah, khususnya lewat bantuan lintas-perbatasan yang lebih luas dan esensial untuk menjangkau jutaan warga Suriah yang sangat membutuhkan makanan, obat-obatan, vaksin Covid-19, dan bantuan lain untuk menyelamatkan nyawa.
Saya mengumumkan tambahan bantuan kemanusiaan bernilai 436 juta dolar bagi warga Suriah dan komunitas yang menampung mereka, menjadikan total bantuan kemanusiaan Amerika untuk krisis di Suriah menjadi 13,5 miliar dolar.” Kembali ke soal ancaman ISIS, Blinken mengatakan di luar Irak dan Suriah ada lonjakan kegiatan ISIS “yang mengkhawatirkan,” khususnya di Sahel, Mozambik dan Tanduk Afrika.
Blinken menyerukan koalisi global melawan ISIS itu untuk membentuk mekanisme khusus guna mengatasi ancaman di Afrika tersebut.
Alih-alih menderita kekalahan, sebagian elemen ISIS di Irak dan Suriah “masih bertekat melancarkan serangan berskala besar.” Untuk itu, tegas Blinken, “bersama-sama, kita harus tetap berkomitmen mencapai tujuan stabilisasi sebagaimana yang dilakukan pada kampanye militer yang menghasilkan kemenangan di medan perang.”