Menteri pertahanan dan menteri luar negeri dari Amerika Serikat dan Jepang hari Selasa (16/3) bertemu untuk membahas kekhawatiran bersama mereka mengenai ambisi teritorial China yang kian besar di Laut China Timur dan Laut China Selatan, sementara pemerintahan presiden AS Joe Biden berupaya menenangkan sekutu-sekutu regional pentingnya.
“Presiden Biden telah menekankan bahwa pemerintahan kami akan memimpin dengan diplomasi,” kata Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, sebelum pertemuan gabungan pertama antara keempat pejabat itu, dan menambahkan ia berharap diplomasi itu akan bermanfaat bagi rakyat Jepang dan AS dan warga di kawasan Indo-Pasifik.
Blinken, dalam pernyataan pembukanya pada apa yang disebut sebagai pembicaraan keamanan “dua plus dua” hari Selasa (16/3), yang diikuti juga oleh Menteri Pertahanan Lloyd Austin, mengatakan kepada mitra-mitra Jepang mereka, Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi dan Menteri Pertahanan Nobuo Kishi, bahwa menteri-menteri AS itu berada di Tokyo untuk mengukuhkan kembali komitmen mereka bagi aliansi dan membuatnya lebih kuat.
Blinken mengatakan pemerintahan Biden berkomitmen untuk bekerja sama dengan sekutu-sekutu AS dan yang lainnya di kawasan yang mendukung nilai-nilai bersama mereka mengenai HAM dan demokrasi, sementara mereka menghadapi tantangan dari China dan Korea Utara.
“Kami meyakini demokrasi, hak asasi dan supremasi hukum,” tetapi semuanya di bawah ancaman di kawasan itu, “baik itu Myanmar atau China,” ujar Blinken.
Ia mengatakan AS akan bekerja bersama dengan sekutu-sekutunya untuk membantu mencapai “visi bersama mengenai kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.” Blinken juga mengatakan AS dan Jepang diharapkan akan mengukuhkan kembali pentingnya kemitraan tiga pihak mereka dengan Korea Selatan dan mungkin menyentuh hubungan yang tegang antara Tokyo dan Seoul terkait isu ganti rugi semasa perang.
Mengenai kunjungan pertama keluar negeri pejabat di tingkat kabinet pemerintahan presiden AS Joe Biden, Blinken dan Austin diperkirakan akan membahas pandemi virus corona dan perubahan iklim, selain ancaman nuklir dari Korea Utara serta situasi di Myanmar setelah kudeta militernya.