Pendahuluan
JAVAFX – Dollar AS adalah mata uang dunia. Melalui naik dan turun, resesi, stagflasi, pasar bullish dan bearish, peperangan dan bencana, Dollar AS tetap dominan. Dollar AS telah menunjukkan kekuatan nilainya di dunia. Apa latar latar belakang kekuatan mata uang tersebut di dunia? Mari kita elaborasi secara seksama :
Kekuatan Ekonomi
Sebab utama dominasi mata uang suatu negara adalah tentu kekuatan ekonominya. Produk Domestik Bruto yang lebih besar dan volume perdagangan nasional, juga permintaan atas mata uang negara tersebut yang lebih besar. Namun melampuai kesehatan ekonomi, negara tersebut juga harus menjadi pusat dari permintaan, sehingga mata uangnya akan tersedia dengan mudah, didukung oleh sektor konsumer yang kuat dan tidak dihalangi oleh intervensi resmi. Contoh tersebut berlaku bagi British Pound dan US dollar pada abad ini. Pada masa lalu, produksi emas atau akumulasi emas adalah faktor-faktor penting juga.
Kekuatan Militer
Bukanlah suatu kebetulan bahwa Amerika Serikat mempunyai sedikit musuh di antara negara-negara yang lebih kecil atau lebih besar di dunia. Terlepas dari beberapa musuh yang didorong oleh ideologi, Amerika Serikat memiliki hubungan baik dengan hampir setiap negara, terlepas dari fakta bahwa kecemburuan karena Amerika Serikat begitu dominan memicu antagonisme antar negara.
Militer atau hard power (keunggulan militer dalam bentuk peralatan perang) bisa menjadi dorongan besar bagi citra suatu negara. Contohnya Inggris, memiliki koloni untuk mendorong permintaan mata uangnya dengan melarang import barang dari pusat kekuatan ekonomi lainnya.
Ketika Jerman berkuasa sebelum Perang Dunia Pertama, banyak negara membeli barang-barang Jerman, sehingga meningkatkan permintaan German Mark (mata uang Jerman saat itu), sebagian untuk meningkatkan hubungan dan untuk mendapatkan keuntungan dari perlindungan Jerman dalam konflik. Amerika Serikat, tentu saja, nampak digdaya, ketika negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC) mematok mata uangnya terhadap dollar AS. Secara politik enam negara anggota Dewan Kerjsama Teluk (Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab) jelas di bawah pengaruh Amerika Serikat, dan sebagai konsekuensinya dengan kekuatan militernya Amerika Serikat berperan juga sebagai mitra strategis keenam anggota negara teluk tersebut, setidaknya sebagai penjaga dari agresi regional dan eksternal.
Dan sepanjang sejarah, pada saat dominasi mata uang bersanding dengan kekuatan militer akan lebih mempertegas dominasi suatu negara dihadapan negara lainnya.
Prestise Diplomatik
Negara yang cenderung berdagang dengan negara lainnya, tentunya memiliki relasi yang bagus secara keseluruhan. Kekuatan dibalik dominasi mata uang pasti mempunyai prestise yang tinggi, serta hubungan diplomatik yang bagus dengan negara lainnya, maka secara logis akan berimplikasi pada seberapa besar dominasinya secara ekonomi.
Kasus terburuk adalah ketika negara lemah punya relasi jelek dengan negara manapun, tentu saja akan berdampak pada citra jelek diplomatik. Embargo yang menjerat Zimbabwe, salah satu negara yang punya mata uang termurah sedunia, dan Korea Utara, yang memiliki mata uang tidak bisa dikonversi, adalah dua contoh dari lemahnya kekuatan diplomatik.
Uni Soviet merupakan satu kasus yang menarik dimana isolasi diplomatik di luar bloknya sendiri, menyebabkan volume perdagangan terbatas dengan negara lain, sehingga permintaan untuk Rubel (mata uang Uni Soviet) juga terbatas—terlepas dari fakta bahwa Rubel tidak dikontrol secara ketat dan tidak bisa dikonversi. Sementara Amerika Serikat, dengan banyaknya perjanjian perdagangan bebas dan aliansi dengan hampir seluruh negara di dunia, merupakan contoh bagus dari skenario sangat ekstrim—mengenai prestise diplomatik
Stabilitas dan Kredibilitas
Pada periode antara Perang Dunia Pertama dan Kedua, Jerman adalah salah satu negara terkemuka dalam bidang sains dan pembangunan ekonomi. Namun, mata uangnya (German Mark) tidak pernah mengembangkan status dominan. Setelah Perang Dunia Kedua, bahkan pada saat Jerman mempunyai kepentingan yang jauh lebih kecil di semua bidang lain, dan tidak lagi menjadi kekuatan dominan, mata uangnya merupakan salah satu aset cadangan yang digemari di antara bank-bank sentral dunia.
Perbedaannya, tentu saja dijelaskan oleh fakta bahwa Bank Sentral Jerman (Reichsbank) menjalankan kebijakan hiperinflasi di era peperangan, menghapus penghematan dari mereka yang memiliki asset berdenominasi Mark Jerman. Kurangnya kredibilitas (dan beragam pilihan) oleh bank sentral telah mengurangi permintaan Mark Jerman, bahkan pada saat ekonomi Jerman kuat dan nampak menonjol dalam perdagangan Internasional.
Sebaliknya, setelah perang, Bank Sentral Jerman memusatkan kekuatannya pada pengendalian inflasi, sebagai konsekuensi dari pelbagai kejadian dalam era perang. Maka, disebabkan oleh kredibilitas dari Bundesbank (Nama Bank Sentral Jerman pasca Perang), tidak menyebut pentingnya eksport Jerman, Deutsche Mark mampu menggapai status dominan, bahkan saat Jerman benar-benar terikat pada kekuatan Amerika Serikat di bidang lainnya.
Apakah Posisi Dollar AS (Mulai) Terancam ?
Menurut angka yang dikumpulkan oleh Dana Moneter Internasional (IMF), mengenai komposisi mata uang cadangan devisa resmi, Dollar AS telah menurun dari level tertingginya belakangan ini, yaitu 70.9% sebagai cadangan internasional yang terlihat pada tahun 1999 menjadi hanya 62.2% pada tahun 2009.
Tampaknya, sebagian besar penyusutan nilai Dollar AS telah dihajar oleh Euro, yang melejit dari 17.9% pada tahun 1999 menjadi 27.3% pada tahun 2009. Meski demikian, Poundsterling juga diuntungkan oleh penurunan Dollar AS, dan meningkat dari 2.9% menjadi 4.3% selama periode yang sama.
Beragam Alasan untuk Mengubah Cadangan Selain Dollar AS
Nampaknya status Dollar AS sebagai mata uang cadangan telah mulai berkurang, setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini:
1). Tingkat pengeluaran publik pemerintah yang mencolok saat ini di Amerika Serikat, karena upaya negara Paman Sam keluar dari resesi .
2). Perang luar biasa yang nampaknya tak berujung dan sangat mahal yang terus digelar oleh militer Amerika Serikat belakangan ini,–terutama di wilayah Timur Tengah.
3). Meningkatnya defisit perdagangan dan anggaran Amerika Serikat yang menyedot dana ke luar negeri atau untuk membayar hutang
4). Penurunan nilai Dollar AS dalam jangka panjang, disertai dengan penurunan kepercayaan terhadap negara Amerika Serikat (sebagai negara neo-imperialisme) dan juga berimbas pada penurunan kepercayaan terhadap mata uangnya (Dollar AS).
Pada intinya, Dollar AS tidak lagi memiliki keharuman yang pernah disandangnya saat nilainya dikaitkan dengan emas selama sistem nilai tukar tetap Bretton Woods.
China Mengusulkan Penggantian Dollar AS dengan Special Drawing Rights
Sebagai tambahan, China belakangan ini mengusulkan untuk mengganti Dollar AS dengan sekeranjang mata uang yang akan digunakan untuk tujuan penyimpanan mata uang cadangannya.
Sekeranjang mata uang yang disarankan oleh China adalah International Monetary Fund’s Special Drawing Rights atau SDR yang didasarkan pada sekeranjang mata uang yang bisa berubah komposisi.
Pada saat ini, komposisi SDR terdiri dari 44% Dollar AS, 34% Euro, 11% Pound Sterling dan 11% Yen Jepang.
Mempertahankan cadangan berdasarkan SDR akan cenderung mengurangi permintaan cadangan untuk Dollar AS secara signifikan.
Kesimpulan
Kekuatan politik (diplomatik), dan stabilitas mungkin merupakan faktor terpenting yang menentukan potensi suatu mata uang sebagai mata uang global. Kekuatan politik adalah konsekuensi dari kekuatan militer, namun prestise diplomatik mungkin lebih penting lagi.
Kendati Dollar AS telah luntur sebagian posisinya sebagai mata uang cadangan di beberapa negara, kesimpulan yang bisa kita dapatkan dari ulasan di atas adalah bahwa Dollar AS akan tetap dominan di seluruh dunia, setidaknya pada 20 tahun ke depan. Bahkan, lantaran dominasinya ditantang oleh meningkatnya kekuatan lokal.
Artikel dari berbagai sumber
gambar : prn.fm