McCarthy: DPR AS akan Luncurkan Penyelidikan Pemakzulan Biden

0
75

Ketua DPR AS Kevin McCarthy mengumumkan pada hari Selasa (12/9) bahwa para anggota akan meluncurkan penyelidikan pemakzulan terhadap Presiden Joe Biden, untuk menginvestigasi tuduhan bahwa Biden menerima keuntungan dari kesepakatan bisnis putranya, Hunter Biden, dengan pihak asing.

“Tuduhan-tuduhan ini menggambarkan sebuah budaya korupsi,” kata McCarthy kepada wartawan.

“Kami menemukan bahwa Presiden Biden berbohong kepada rakyat Amerika tentang apa yang ia ketahui soal kesepakatan bisnis asing keluarganya.

Sejumlah saksi mata bersaksi bahwa sang presiden terlibat dalam sejumlah pembicaraan telepon, melakukan banyak interaksi, jamuan makan malam yang menghasilkan mobil-mobil dan uang jutaan dolar yang masuk ke kantong putra-putranya dan rekan bisnis putranya,” kata McCarthy dalam konferensi pers.

“Kami tahu catatan perbankan menunjukkan bahwa pembayaran senilai hampir $20 juta dikirim ke anggota keluarga Biden dan rekan-rekannya melalui berbagai perusahaan cangkang,” imbuhnya.

McCarthy juga menuduh Biden menggunakan jabatannya untuk mengoordinasikan koneksi-koneksinya dan menerima perlakuan khusus dari pemerintahannya sendiri.

Meski demikian, beberapa komite DPR belum menemukan bukti untuk mendukung klaim-klaim tersebut.

Juru bicara Gedung Putih, Ian Sams, mencuit, “Anggota DPR dari Partai Republik telah menyelidiki presiden selama 9 bulan, dan mereka tidak menemukan bukti pelanggaran.

Anggota Partai Republik sendiri mengatakan demikian.

Ia bersumpah akan mengadakan pemungutan suara untuk membuka (kasus) pemakzulan, namun kini ia plin-plan karena tidak mendapatkan dukungan.

Itulah contoh terburuk politik ekstrem.” Pemimpin Mayoritas Senat AS Chuck Schumer pekan lalu menyebut penyelidikan itu tidak masuk akal.

Jumlah anggota Partai Republik DPR AS hanya lima kursi lebih banyak dari Partai Demokrat.

Beberapa anggota Partai Republik pun khawatir akan dampak penyelidikan pemakzulan menjelang tahun pemilu 2024.

Ken Buck, anggota DPR dari kubu Republik, yang juga anggota Kaukus Kebebasan DPR dan Komite Peradilan DPR, mengatakan kepada NBC News pada hari Minggu (10/9) bahwa, “Waktu untuk melakukan pemakzulan adalah ketika ada bukti yang mengaitkan Presiden Biden – apabila memang ada bukti yang mengaitkan Presiden Biden – dengan tindak pidana berat atau pidana ringan.

Bukti itu tidak ada sekarang.” Pengumuman McCarthy tentang penyelidikan itu dilakukan ketika Kongres AS harus berhadapan dengan Gedung Putih untuk mencapai kesepakatan yang akan menjamin keberlangsungan operasional pemerintah AS setelah tanggal 30 September, yang merupakan tenggat waktu kesepakatan pendanaan pemerintahan.

DPR AS yang saat ini dikuasai Partai Republik hanya memiliki sisa beberapa hari kerja untuk dapat mengesahkan resolusi jangka pendek (Continuing Resolution/CR) pendanaan itu, kalau tidak, operasional pemerintahan harus dihentikan.

Jika operasional pemerintahan berhenti, komite-komite DPR tidak akan bisa melakukan penyelidikan pemakzulan.

McCarthy telah mengajukan resolusi jangka pendek kepada kolega konservatifnya, dengan tujuan untuk dapat melanjutkan penyelidikan itu serta mengulur waktu untuk bisa menegosiasikan anggaran pemerintah agar lebih sejalan dengan prioritas Partai Republik.

Ketua DPR itu menghadapi tekanan yang semakin besar dari kolega konservatifnya musim panas ini setelah menyetujui kesepakatan dengan presiden untuk menaikkan plafon utang demi menghindari gagal bayar.

“Mungkin pasal-pasal pemakzulan itu juga tidak akan pernah sampai ke lantai Senat,” kata Michael Thorning, direktur demokrasi struktural di Bipartisan Policy Center, kepada VOA.

“Dengan mayoritas tipis, belum jelas apakah Partai Republik bisa menggolkannya.

Mereka jelas tidak bisa mengandalkan dukungan Partai Demokrat, sehingga mereka harus benar-benar memastikan suara setiap anggotanya.

Jika lima saja di antara mereka tidak satu suara, maka mereka tidak akan bisa menggolkannya.” Bahkan kalaupun DPR AS berhasil menggolkan pasal-pasal pemakzulan itu, Senat AS yang dikuasai Partai Demokrat kemungkinan besar tidak akan membiarkannya dipersidangkan.

Pemimpin Minoritas Senat AS Mitch McConnell mengatakan Juli lalu, “Pemakzulan seharusnya jarang terjadi, bukan hal biasa.

Jadi saya tidak terkejut bahwa setelah diperlakukan seperti itu, anggota DPR dari Partai Republik saat ini mulai membuka kemungkinan melakukan hal yang sama.

Dan saya rasa menghadapi masalah pemakzulan berulang kali tidak baik untuk negara ini.”