Dalam paparannya pada Rabu (16/12/2020), Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell memberikan pernyataan yang bernada lunak. Ia kembali menegaskan sikap Bank Sentral AS yang akan tetap akomodatif untuk waktu yang lama. Pernyataan Powell yang sedemikian ini seharusnya mendukung harga emas untuk naik, sayangnya pasar berlaku tidak demikian dimana harga masih mengalami tekanan.
Pada minggu lalu, memang banyak sekali peristiwa penting yang menjadi sentiment fundamental pasar secara signifikan. Pertama, vaksin Pfizer/BioNTech dan Moderna menerima izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan A.S. Akibatnya, vaksinasi COVID-19 pertama di Amerika Serikat telah dilakukan. Tentu saja ini menjadi kabar baik bagi Amerika, karena menandai dimulainya upaya nyata dalam pengobatan selama masa pandemi.
Sebagaimana diberitakan, jumlah korban meninggal di AS telah mencapai angka sekitar 314.000 orang akibat paparan virus Covid-19 ini. Hal yang mengganggu adalah gelombang infeksi saat ini sepertinya tidak akan berakhir dengan cepat. Jumlah kasus baru masih di atas 200.000, mengalami lonjakan baru-baru ini menjadi sekitar 250.000.
Jadi dengan pendistribusian vaksin lebih dini menjadi cahaya harapan di ujung terowongan pandemi agar di tahun 2021 kehidupan bisa normal. Penting untuk dicatat bahwa, bertentangan dengan berita dibulan November yang inovatif tentang kemanjuran vaksin sehingga membuat harga emas jatuh tajam, kabar persetujuan vaksin dan suntikan pertama tidak menurunkan harga emas. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa jembatan menuju keadaan normal yang dibangun oleh vaksin telah didiskon oleh pelaku pasar. Tentu saja ini menjadi kabar baik bagi petaruh bulls pada emas.
Kedua, ada optimisme baru tentang dukungan fiskal baru. Memang, ada peluang lebih tinggi sekarang daripada setidaknya sekitar $ 750 miliar bantuan yang akan disahkan dan dilaksanakan pada akhir tahun 2020. Secara teoritis, stimulus fiskal dianggap membantu perekonomian, jadi seharusnya negatif untuk emas, bagaimanapun, harga logam kuning mungkin benar-benar naik di tengah kekhawatiran tentang meningkatnya defisit fiskal, hutang publik, dan inflasi.
Ketiga, dalam paparan hasil pertemuan FOMC terakhir ditahun ini memberikan isyarat kebijakan moneter dan dot-plot baru. Untuk diingat bahwa The Fed mengaitkan pengurangan dalam pelonggaran kuantitatif dengan kemajuan mencapai lapangan kerja penuh dan inflasi pada dua persen, sementara proyeksi ekonomi lebih optimis, namun mereka tidak melihat adanya kenaikan suku bunga hingga akhir 2023.
Namun, konferensi pers Powell-lah yang benar-benar penting. Apabila dicermati lebih rinci, pernyataan Jerome Powell memang terdengar dovish, karena dia menekankan komitmen bank sentral AS untuk mempertahankan sikapnya yang sangat akomodatif. Secara khusus, Powell menegaskan kembali bahwa Fed tidak akan menaikkan suku bunga atau mengurangi program pembelian asetnya dalam waktu dekat. Dengan kata lain, sebenarnya Powell ingin mengatakan bahwa bank sentral akan menormalisasi kebijakan moneternya hanya setelah mencapai kesempatan kerja maksimum dan stabilitas harga.
Powell dengan jelas menyatakan bahwa dia akan tetap bertumpu dengan arahan tersebut hingga setidaknya tahun 2023, dan bahwa dia tidak akan mengerem bahkan jika inflasi meningkat. Ini karena Powell percaya bahwa meskipun inflasi dapat pulih pada tahun 2021, akan tetapi kenaikan tersebut bisa jadi masih bersifat sementara. The Fed sekarang memiliki kerangka kerja penargetan inflasi rata-rata yang fleksibel, sehingga ia ingin inflasi melampaui target.
Sebagaimana diisyaratkan oleh Powell, bahwa apa yang kami katakan adalah kami akan menjaga kebijakan sangat akomodatif sampai ekspansi berjalan dengan baik. Dan kami tidak akan menaikkan suku bunga terlebih dahulu sampai kami melihat inflasi benar-benar mencapai 2 persen dan berada di jalur yang tepat untuk melebihi 2 persen. Itu komitmen yang sangat kuat. Dan kami pikir itu tempat yang tepat, tegasnya.
Artinya, pada tahun 2021 the Fed kemungkinan akan berada di belakang kurva. Inflasi yang lebih tinggi dengan tingkat bunga nominal yang tidak berubah menyiratkan suku bunga riil yang lebih rendah – penurunan lebih lanjut dalam tingkat ini akan mendorong harga emas naik. Selain itu, Powell akan mengumumkan sebelumnya ketika dia ingin melepaskan kakinya dari pedal gas dan mulai mengurangi jumlah akomodasi moneter.
The juga secara gamblang tidak menginginkan pengulangan dari taper tantrum 2013, sebagaimana dijelaskan Powell, bahwa ketika kita melihat diri kita sendiri di jalan untuk mencapai tujuan itu, maka kita akan mengatakannya dengan sangat jelas sebelumnya kapan pun kita akan benar-benar mempertimbangkan untuk secara bertahap mengurangi laju pembelian.
Tentu saja apa yang diisyaratkan oleh Powell ini akan berdampak pada harga emas. The Fed yang memutuskan tidak memperluas akomodasi moneternya pada bulan Desember, sebagaimana dikatakan Powell memang benar-benar dovish dan dia menunjukkan bahwa bank sentral AS akan melanjutkan sikap longgarnya saat ini “selama diperlukan sampai pekerjaannya baik dan benar-benar selesai.”
Harga emas kemudian menyambut baik pernyataan Powell dan naik hampir $ 40 pada hari Kamis (17/12/2020). Kenaikan ini menjadi masuk akal. Bagaimanapun juga, The Fed berjanji bahwa kebijakan moneternya akan tetap sangat akomodatif untuk waktu yang lama. Jadi, meskipun ada potensi akomodasi lebih lanjut, dengan demikian reli besar harga emas masih akan terbatas setidaknya sampai kita melihat pelemahan lebih lanjut dalam dolar AS atau peningkatan inflasi dan penurunan suku bunga riil.
Memang risiko tiba-tiba dilakukannya pengetatan dalam kebijakan moneter the Fed yang dapat menjatuhkan harga emas telah berkurang. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa harga emas berpeluang akan bisa bersinar kembali setidaknya sampai pasar mulai mengkhawatirkan normalisasi kebijakan moneter dan mulai memperkirakan kenaikan suku bunga.