Mantan Presiden Trump Hadapi Tuntutan Pidana di New York

0
100

Donald Trump menjadi mantan presiden pertama AS yang menghadapi dakwaan pidana.

Meskipun dua kali dimakzulkan, ia tidak pernah dinyatakan bersalah.

Dalam langkah yang belum ada presedennya dalam sejarah AS, dewan juri di New York, Kamis (30/3) memutuskan untuk mendakwa Trump dengan tuduhan-tuduhan yang terkait dengan pembayaran uang tutup mulut untuk seorang bintang porno dalam kampanye kepresidenannya tahun 2016.

Dakwaan yang telah banyak diantisipasi itu muncul sementara Trump berupaya kembali ke Gedung Putih setelah ia kalah dalam upaya sebelumnya untuk terpilih kembali dalam pemilu 2020.

Ia menjadi mantan presiden pertama dan satu-satunya kandidat presiden AS yang dikenai dakwaan.

Surat dakwaan belum diungkapkan dan belum jelas tindak pidana apa serta berapa banyak dakwaan yang diajukan terhadap Trump.

CNN melaporkan bahwa mantan presiden itu dikenai lebih dari 30 dakwaan.

VOA tidak dapat mengukuhkan laporan tersebut.

Dalam sebuah pernyataan, kantor Jaksa Wilayah (DA) Manhattan Alvin Bragg mengatakan telah menghubungi pengacara Trump “untuk mengoordinasikan penyerahan dirinya ke Kantor DA Manhattan untuk menghadapi dakwaan Mahkamah Agung New York.” Pengacara Trump Joe Tacopina mengatakan mantan presiden itu kemungkinan besar akan menghadap pengadilan awal pekan depan.

Kehadiran Trump di pengadilan itu dapat berlangsung sedini Selasa, lapor beberapa media yang mengutip beberapa sumber yang tidak disebut namanya.

Untuk menyerahkan diri, Trump yang bermukim di Florida, harus melakukan perjalanan ke New York dengan disertai pengawal dari Secret Service.

Begitu dalam tahanan, foto dan sidik jarinya akan diambil sebelum ia menghadap hakim dan dibebaskan dengan jaminan.

Dalam pernyataannya, Trump, yang membantah melakukan pelanggaran apa pun dalam kasus ini, mengatakan bahwa dakwaan terhadapnya merupakan bagian dari upaya lama Demokrat mencari-cari kesalahan untuk menghancurkan gerakannya “Membuat Amerika Kembali Hebat.” “Ini adalah Persekusi Politik dan Campur Tangan Pemilu pada tingkat tertinggi dalam sejarah,” tulis mantan presiden itu.

“Demokrat telah berbohong, curang dan mencuri dalam obsesi mereka yang berupaya untuk “Menarget Trump,” tetapi kini mereka telah melakukan sesuatu yang tidak terpikirkan, mendakwa orang yang sama sekali tidak bersalah dalam tindakan terang-terangan mencampuri pemilu.” Bukannya merugikan pencalonannya, Trump mengatakan dakwaan itu justru “akan menjadi bumerang besar bagi (Presiden) Joe Biden.” Pekan lalu, dalam tulisan di platform media sosalnya Truth Social, Trump memperingatkan mengenai “potensi kematian dan kehancuran” jika ia didakwa, suatu pernyataan yang oleh para kritikus dianggap sebagai hasutan untuk melakukan kekerasan.

Dakwaan tersebut, meskipun diperkirakan luas, memicu kecaman di sekitar Washington.

“Keterlaluan,” cuit Jim Jordan, anggota Kongres dari partai Republik dan pendukung setia Trump.

Ketua DPR AS, anggota partai Republi, Kevin McCarthy, menuduh Bragg menggunakan sistem peradilan untuk melawan Trump.

Ia menyatakan tekad bahwa DPR akan menuntut pertanggungjawaban atas “penyalahgunaan kekuasaan Bragg yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Anggota partai Republik lainnya yang tidak terlalu dekat dengan Trump juga sama-sama beranggapan bahwa penuntutan itu bermotif politik.

Partai Demokrat sebaliknya, mereka menyatakan mendukung penuntutan itu.

Dalam sebuah pernyataan, mantan ketua DPR dari partai Demokrat Nancy Pelosi menulis bahwa dewan juri “telah bertindak sesuai fakta dan hukum.” “Tidak ada seorang pun yang kebal hukum, dan setiap orang memiliki hak untuk diadili guna membuktikan diri tidak bersalah,” tulisnya.

“Mudah-mudahan, mantan Presiden akan menghormati dengan baik sistem yang memberinya hak itu.”