Militer China meningkatkan kemampuan melakukan tindakan agresif operasi “zona abu-abu” yang bagaimana pun gagal dalam melakukan serangan bersenjata di perairan yang diperebutkan dengan Jepang.
Hal itu disampaikan oleh lembaga kajian Kementerian Pertahanan Jepang pada Jumat (25/11).
Partai Komunis China telah memperkuat angkatan bersenjata dan organisasi non-militernya melalui restrukturisasi dan reformasi di bawah kepemimpinan Presiden Xi Jinping, kata Institut Nasional Jepang untuk Studi Pertahanan dalam laporannya tentang Keamanan China 2023.
“Beijing berusaha untuk menciptakan situasi zona abu-abu terus-menerus dan memberikan tekanan pada lawan karena menghindari bentrokan militer dengan negara lain,” kata laporan tahunan lembaga Jepang itu.
Kemampuan China dalam situasi zona abu-abu telah mengalami peningkatan, yang menurut laporan itu, berasal dari integrasi Penjaga Pantai China dan milisi maritim ke dalam komando militer.
Laporan itu juga menyebutkan tentang penumpukan peralatan oleh kelompok-kelompok pertahanan China itu.
Laporan tersebut disampaikan saat Tokyo dan Beijing berselisih mengenai Kepulauan Senkaku, yakni sekelompok pulau kecil di Laut China Timur yang dikelola oleh Jepang tetapi diklaim oleh China.
China telah mengirimkan sejumlah kapal resminya ke wilayah perairan Jepang di sekitar pulau-pulau tersebut dalam upaya untuk menegaskan klaimnya atas kepulauan yang disebutnya dengan nama Diaoyu.
“Penjaga pantai dan milisi maritim China telah meningkatkan aktivitas mereka sejak 2010-an,” kata Shinji Yamaguchi, peneliti senior di lembaga kajian itu dan salah satu penulis laporan tersebut.
“Mereka juga mempersenjatai diri,” kata Yamaguchi kepada wartawan.
Pada 2018, Penjaga Pantai China ditempatkan di bawah komando Pasukan Polisi Bersenjata Rakyat China, yakni sebuah pasukan paramiliter yang diawasi oleh Komisi Militer Pusat negara itu.
Penjaga pantai China menggunakan sikap yang lebih keras di Laut China Selatan daripada di Laut China Timur, menurut laporan itu.
Beijing mengklaim wilayah Laut China Selatan yang bertentangan dengan negara-negara tetangganya, seperti Filipina dan Vietnam.
“China juga telah melakukan lebih banyak upaya untuk operasi perluasan pengaruh melalui aktivitas media sosial dan sejumlah cara lain dalam upaya untuk memperbaiki kesalahan persepsi Barat dan secara aktif menyebarkan perspektif dan narasi China di dalam dan luar negeri,” kata laporan itu.
Menyebarkan berita palsu dan operasi pengaruh lainnya terhadap Taiwan adalah “contoh paling mencolok” dari langkah China, yang menurut laporan itu, telah menimbulkan “ancaman besar” terhadap pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu.
Beijing menganggap Taiwan sebagai provinsi yang memisahkan diri dan menunggu untuk dipersatukan kembali dengan China daratan, jika perlu dengan kekerasan.