Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mendorong para pejabat pemerintah untuk mengusahakan transformasi fundamental dalam produksi pertanian, menurut kantor berita negara KCNA pada Selasa, di tengah kekhawatiran bahwa negara itu semakin kekurangan pangan.
Target yang diprioritaskan tahun ini adalah produksi biji-bijian dan produksi pertanian yang stabil, tegas Kim di hari kedua pertemuan pleno ketujuh Komite Sentral ke-8 Partai Buruh Korea (WPK) pada Senin (27/2), kata KNCA.
KNCA tidak merinci langkah-langkah apa yang akan diambil Korea Utara, tetapi Kim mengatakan perubahan itu perlu dilaksanakan dalam beberapa tahun ke depan.
Pertanian kolektif atau komunal berkontribusi besar pada pertanian Korut, menurut para peneliti.
Pertanian semacam itu biasanya melibatkan banyak petani kecil yang bekerja sama dalam menghasilkan tanaman pangan.
Pernyataan Kim datang di tengah isu meningkatnya kekurangan pangan di negara itu, meskipun Korea Utara telah membantah isu bahwa mereka tidak dapat menyediakan cukup pangan bagi warganya.
Awal bulan ini, Kementerian Unifikasi Korea Selatan menyatakan situasi ketersediaan pangan di Korut tampaknya telah memburuk.
Kementerian itu menjelaskan bahwa jarang bagi Korut untuk mengumumkan pertemuan khusus untuk berdiskusi soal strategi pertanian yang dijadwalkan pada akhir Februari.
Dalam pertemuan pada Senin (27/2), Kim menyebutkan pentingnya pertumbuhan kekuatan produktif pertanian dalam memastikan konstruksi sosialis.
Korea Utara berada di bawah sanksi internasional yang ketat karena program senjata nuklir dan rudal balistiknya.
Aktivitas ekonomi juga terhambat oleh penguncian wilayah yang bertujuan untuk mencegah wabah COVID-19.
Pada bulan lalu, program 38 North yang berbasis di AS, yang memantau Korea Utara, mengatakan dalam sebuah laporan bahwa Korut sedang menghadapi tingkat kerawanan pangan yang paling buruk sejak kelaparan yang terjadi pada 1990-an.
“Ketersediaan pangan kemungkinan telah turun di bawah batas minimum untuk kebutuhan manusia,” kata laporan itu.
Tekad Korut untuk mencapai swasembada pangan berarti hampir semua biji-bijian perlu diproduksi di dalam negeri, tetapi hal itu telah membuat negara itu rentan akan kerawanan pangan, jelas laporan tersebut.
“Keinginan guna mencapai hasil pertanian yang memadai di tanah Korea Utara yang tidak subur justru telah menyebabkan ketergantungan yang besar pada barang-barang impor dan membuat negara itu terkena guncangan ekonomi global, konflik diplomatik, dan cuaca buruk,” ungkap laporan itu.
Selain reformasi ekonomi, solusi jangka panjang untuk masalah ini sebagian besar bergantung pada penyelesaian atas masalah senjata nuklir dan sanksi yang dikenakan.
Reformasi ekonomi domestik akan meningkatkan kapasitas produksi Korea Utara dan memungkinkannya untuk mengekspor produk industri dan berbagai layanan yang dapat diperdagangkan.
Melalui reformasi ekonomi, Korut juga akan mendapatkan devisa, dan dapat mengimpor biji-bijian curah melalui perdagangan yang berkelanjutan, demikian laporan 38 North.