JAVAFX – Harga minyak mentah dalam perdagangan komoditi di hari Senin (24/06/2019) berakhir naik untuk minyak WTI dan turun untuk minyak Brent. Dorongan kenaikan harga minyak didapati setelah Presiden AS Donald Trump kembali menyerukan sanksi baru bagi Iran.
Presiden Donald Trump pada hari Senin menandatangani sebuah perintah eksekutif yang menjatuhkan sanksi finansial kepada para pemimpin Iran, demikian menurut laporan gabungan dari Gedung Putih di Washington. Meski demikian, terlihat bahwasanya sanksi tersebut masih kabur. Nampak bahwa Trump masih ragu-ragu dalam memulai perang dengan Iran. Pasar menilai sanksi tersebut lebih ditujukan kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei tanpa mempertajam kehadiran mereka di Selat Hormuz.
Strategi yang ingin dilakukan oleh Trump adalah menghindari peperangan sebelum dilakukannya pemilihan presiden AS. Trump nampaknya takut kehilangan suara dari rakyatnya yang tidak menginginkan keterlibatan militer AS jauh dari negeri tersebut. Pendekatan damai dengan perundingan nampaknya dianggap efektif untuk mengamankan suara dalam pemilihan presiden nanti.
Bila dicermati, terlihat bahwa perkembangan ini berpotensi mengganggu aliran minyak di Timur Tengah. Washington telah menyalahkan Iran atas serangan terhadap tanker, yang Teheran bantah. Iran menjatuhkan drone AS dan mengancam akan melanggar beberapa ketentuan pakta 2015.
Pemerintahan Trump telah meningkatkan tekanan ekonomi pada Teheran sejak Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 pada Mei 2018, berharap untuk mendorong Iran menerima perjanjian yang lebih keras yang akan mengakhiri pengayaan uranium dan mengekang ambisi regionalnya. AS pada akhirnya berupaya untuk mendorong ekspor minyak Republik Islam ke nol untuk mendorong konsesi nuklir.
Sanksi baru kemungkinan akan memiliki dampak terbatas, terutama pada sektor minyak, karena sanksi AS saat ini pada dasarnya hanya menghilangkan minyak mentah Iran dari pasar global yang segera tergantikan dengan kehadiran pasokan minyak dari produsen lain, termasuk AS sendiri. Namun demikian, tetap saja perlu diperhatikan ketika situasi berkelanjutan. Bagaimanapun juga, Selat Hormuz tetap merupakan area utama, dimana Iran sementara ini mampu mengganggu pengiriman minyak melalui wilayah tersebut, meskipun tidak secara permanen.
Pada transaksi di hari Senin, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 47 sen, atau 0,8%, menjadi $ 57,90 per barel di New York Mercantile Exchange (NYMEX). Itu adalah harga penutupan untuk kontrak bulan depan yang tertinggi sejak 29 Mei. Harga naik 8,8% untuk minggu lalu, sementara secara persentase kenaikan mingguan tersebut tercatat sebagai yang terbesar sejak minggu 2 Desember 2016 silam.
Kenaikan yang lumayan untuk harga A.S. minggu lalu datang di tengah ekspektasi bahwa ketegangan Timur Tengah dapat menyebabkan gangguan di pasar minyak. Dorongan kenaikan harga minyak juga diisyaratkan dengan sejumlah tanda-tanda kebijakan bank sentral terkini dalam menjaga ekonomi.
Hingga sisa musim panas ini harga minyak mentah kemungkinan masih akan tetap naik dengan mendapat dukungan dari meningkatnya risiko konflik militer di Teluk Persia, potensi gangguan produksi minyak mentah AS saat musim angin topan meningkat, perkiraan peningkatan permintaan seiring penurunan suku bunga Fed yang diperkirakan akan berlangsung tumbuh cepat , dan untuk KTT G-20 untuk memberikan gencatan senjata sementara dalam perang dagang dan bukan terobosan besar antara Cina dan AS. Pun demikian, resiko juga masih akan terasa ditengah laju kenaikan ini.
Sementara itu, harga minyak mentah Brent yang dipergunakan sebagai patokan internasional, untuk kontrak pengiriman bulan Agustus berakhir turun 34 sen, atau 0,5%, ke $ 64,86 per barel di ICE Futures Europe. Kontrak mengakhiri perdagangan di hari Jumat pada $ 65,20, yang merupakan posisi tertinggi sejak 30 Mei. Harga minyak mentan untuk kontrak bulan berikutnya mengalami kenaikan 5,1% sepanjang minggu lalu.
Sementara itu, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya akan mengadakan pertemuan pada 1-2 Juli. Pertemuan sedianya akan dilakukan pada 25-26 Juni ini. Dorongan di balik menunda pertemuan adalah pendekatan OPEC dan sekutu-sekutunya untuk menunggu-dan-lihat. Para pejabat OPEC ingin melihat hasil KTT G-20, dan mereka berharap Trump dan Presiden China Xi setidaknya membuat beberapa kemajuan dalam kesepakatan perdagangan.
Kesepakatan awal menilai bahwa OPEC dan sekutu-sekutunya ini akan memperpanjang pemangkasan produksi mereka. Dengan demikian, ketidakpastian dibursa komoditi minyak secara keseluruhan tampak rendah, yang dapat mengurangi beberapa volatilitas yang biasanya mengelilingi KTT OPEC. Namun, Rusia telah berhenti sepenuhnya mendukung pemangkasan ini secara kelanjutan, dan meninggalkan beberapa ruang untuk negosiasi setelah pertemuan formal dimulai. (WK)