Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, para menteri-menterinya, dan sekutu negara-negara Barat berebut untuk menjelaskan pernyataan bahwa pemimpin Rusia Vladimir Putin tidak dapat tetap berkuasa karena mereka tidak ingin meningkatkan konflik antara Washington dan Moskow, kata para pejabat.
Komentar berisi sembilan kata yang tersemat pada akhir pidato Biden selama 27 menit di Warsawa pada Sabtu (27/3) itu, telah mengalihkan perhatian dunia.
Beberapa pengamat menganggap pidato itu sebagai bagian terbaik dari retorika kepresidenan Biden.
Komentar itu membuat sekutu asing gelisah di akhir Kunjungan Biden ke Eropa yang dinyatakan sukses yang bertujuan menyatukan para sekutu untuk melawan Rusia, dan telah menimbulkan pertanyaan baru tentang strategi jangka panjang Amerika Serikat terhadap mantan musuh Perang Dinginnya.
“Demi Tuhan, orang ini tidak bisa tetap berkuasa,” kata Biden di Ibu Kota Polandia setelah mengutuk perang yang dilancarkan Putin di Ukraina yang telah berlangsung selama satu bulan.
Seorang pejabat Gedung Putih mengatakan kepada Reuters bahwa komentar tentang Putin tidak ada dalam naskah pidato.
Ditanya apakah sentimen itu mencerminkan perasaan Biden yang sebenarnya, pejabat itu tidak menjawab secara langsung, tetapi mencatat bahwa Presiden AS tidak menghindar dari menyebut rekannya dari Rusia sebagai “tukang jagal” dan “penjahat perang.” Selama karir politiknya, Biden telah beberapa kali salah langkah dalam mengeluarkan pernyataan pada sesi bebas dengan wartawan atau acara spontan lainnya.
Dalam perjalanannya ke Eropa baru-baru ini, Biden mengatakan AS akan menanggapi “dengan cara yang sama” jika Rusia menggunakan senjata kimia di Ukraina dan menyarankan bahwa pasukan AS akan pergi ke garis depan, di mana kedua pernyataannya itu tidak mewakili kebijakan AS.
Namun pernyataan pada Sabtu (27/3) tersebut bukanlah salah satu dari situasi itu.
Biden berbicara kepada audiens dari teleprompter.
Pada menit-menit sebelum dia menyerukan pengunduran diri Putin dari kekuasaan, kerumunan yang berisi sekitar 1.000 orang dengan jelas menyambut pernyataan Biden, bertepuk tangan, mengibarkan bendera, dan bahkan menyorakkan dukungannya.
Komentar emosional yang dilontarkan oleh Biden menyuarakan rasa frustrasi yang dirasakan banyak negara Barat, dan banyak pemilih di AS, tentang invasi ke Ukraina, kata salah seorang sekutu presiden asal Partai Demokrat itu.
Para pejabat mengatakan hal itu terjadi sehari setelah pertemuan Biden dengan para pengungsi Ukraina akibat perang dan pejabat pemerintah di Ukraina mencoba untuk menanggapi kampanye pemboman Rusia yang telah menghancurkan kota-kota dan, menurut kantor hak asasi manusia PBB, menewaskan sedikitnya 1.119.
warga sipil.
Meskipun demikian, pernyataan itu menggemakan tuduhan lama dari Rusia dan negara-negara lain bahwa AS mencari peran imperialistik dalam konflik dunia, dan meningkatkan ketegangan ketika Barat mencoba mengelola Putin yang semakin tidak dapat diprediksi.
Upaya peredaman setelah komentar Biden mencuat dilakukan dengan cepat dan secara luas, mencerminkan keinginan kuat di dalam pemerintahan AS untuk menghindari eskalasi dengan Rusia, bahkan jika upaya tersebut dinilai dapat merusak reputasi Biden sendiri.
Kementerian Luar Negeri AS, kantor pers Gedung Putih, duta besar AS untuk NATO, dan kanselir Jerman semuanya menolak gagasan perubahan rezim dalam sehari, ditambah dengan penekanan yang dikemukakan oleh Biden sendiri yang dengan blak-blakan mengatakan “Tidak,” ketika ditanya oleh wartawan di Washington apakah dia menyerukan perubahan rezim di Rusia.
Pada Senin (28/3), Biden menjelaskan kepada wartawan di Gedung Putih bahwa pernyataannya mencerminkan “kemarahan moral” tentang tindakan Putin, bukan seruan terkait perubahan kebijakan apa pun.
Namun dia menambahkan, jika pemimpin Rusia itu “melanjutkan jalannya, dia akan menjadi paria di seluruh dunia dan siapa yang tahu akan menjadi apa dia di dalam negeri dalam hal memperoleh dukungan.” Para pejabat di pemerintahan Biden mengatakan dalam beberapa pekan terakhir bahwa mereka semakin khawatir tentang pengambilan keputusan Putin dan seruan AS yang lebih santai tentang ancaman senjata nuklir, sebuah sikap yang membuat pernyataan Biden semakin mengejutkan.
Bagaimana Akhir Permainan? Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintahan Biden telah menjauhkan diri dari saran, termasuk oleh Senator AS Lindsey Graham, bahwa solusi untuk krisis di Ukraina adalah pemecatan paksa Putin.
Namun, pemerintah menjelaskan bahwa pemberian sanksi terhadap sejumlah perusahaan Rusia, bank, pejabat pemerintah dan oligarki negara tersebut sebagai tindakan langsung yang ditujukan kepada Putin.
Sanksi tersebut, pemerintah menilai, merupakan upaya untuk mengasingkan presiden Rusia itu dari pendukungnya di dalam negeri dan di panggung asing.
Putin sekarang lebih “terisolasi dari dunia daripada sebelumnya,” kata Biden selama pidato kenegaraannya di depan Kongres pada 1 Maret; seminggu kemudian dia mengumumkan rencana untuk “memeras” Putin lebih jauh.
Meskipun terlibat langsung dengan Putin, Biden tidak berhasil membujuknya untuk tidak menyerang Ukraina sejak awal.
Sejak invasi dimulai pada 24 Februari, Biden telah berusaha untuk berbicara langsung dengan Rusia.
“Anda, orang-orang Rusia, bukan musuh kami,” kata Presiden AS di Warsawa.
Pejabat pemerintahan Biden belum menjawab pertanyaan tentang skenario “akhir permainan” apa yang dibayangkan Gedung Putih seputar invasi Ukraina, atau bagaimana menurut mereka Putin dapat meredakan konflik.
Pekan lalu, salah satu orang terdekat Putin, Dmitry Medvedev, memperingatkan AS bahwa kejatuhan presiden Rusia dari kekuasaan dapat menciptakan kepemimpinan yang tidak stabil di Moskow “dengan jumlah maksimum senjata nuklir yang ditujukan untuk sasaran di AS dan Eropa.” Ditanya tentang komentar Biden di Warsawa, yang mendapat sedikit liputan di televisi pemerintah Rusia, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan: “Ini adalah pernyataan yang tentu saja mengkhawatirkan.” Andrew Lohsen, seorang ahli konflik dan seorang rekan di Pusat Studi Strategis dan Internasional, sebuah lembaga think-tank, memperingatkan: “Komentar Biden akan menjadi bagian tak terpisahkan dari kampanye disinformasi Rusia untuk memfitnah motivasi